Semua Pimpinan KPK Dipolisikan
JAKARTA (HR)-Kekhawatiran banyak pihak tentang upaya kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, akhirnya benar-benar terjadi. Satu demi satu, pimpinan lembaga antirasuah itu dilaporkan ke polisi oleh pihak tertentu. Upaya tersebut dinilai sebagai sebuah penghancuran terhadap lembaga itu secara sistematis.
Setelah Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja, Ketua KPK Abraham Samad juga ternyata telah dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Hal itu dibenarkan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Rikwanto. Menurutnya, Abraham Samad dilaporkan Kamis (22/1) lalu atas dugaan melanggar pasal 36 dan pasal 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Yang melaporkan Muhammad Yusuf Sahide, Direktur Eksekutif LSM KPK Watch Indonesia, dengan Nomor : LP/75/I/2015/Bareskrim," terangnya, Senin (26/1) di Mabes Polri.
Ditambahkannya, Abraham Samad dilaporkan karena adanya dugaan pertemuan dengan petinggi partai politik PDIP dan menjanjikan bantuan hukum dalam perkara Emir Moeis dan akan membantu meringankan hukuman Emir Moeis. Hal ini sama dengan serangan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pekan lalu.
Semua
Dalam laporannya, Yusuf Sahide menyertakan alat bukti berupa satu bendel print dokumen dari website Kompasiana dengan judul 'Rumah Kaca Abraham Samad' yang diunggah tanggal 17 Januari 2015 lalu.
Samad sudah membantah keras tudingan Hasto. Dia menyebut langkah ini sebagai fitnah dan kriminalisasi terhadap KPK.
Zulkarnen Menyusul
Nasib serupa juga tampaknya akan segera dialami Wakil Ketua KPK lainnya, Zulkarnaen. Hal itu setelah mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Fathorrasjid, mengaku akan melaporkannya ke Mabes Polri. Fathorrasjid yang mengklaim dirinya simpatisan Partai NasDem itu menyebut Zulkarnaen diduga menerima suap dalam kasus korupsi dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM).
"Sebenarnya ini sudah lama, sekitar 1 tahun yang lalu kita sebut. Nah besok tanggal 28 Januari akan kami laporkan ke Mabes Polri," ujarnya.
Meski demikian, Fathorrasjid menyebut bahwa pihaknya tidak memanfaatkan momentum kegaduhan KPK dan Polri. Dia mengaku mempunyai bukti-bukti untuk melaporkan Zulkarnaen.
"Ini tak ada hubungannya dengan lembaga KPK. Jangan salah," tambah mantan politisi PKB ini.
Menurutnya, kasus itu melibatkan banyak pihak. Menurutnya, dalam kasus itu Zulkarnaen menerima suap sebesar Rp2,8 miliar, saat menjabat sebagai Kajati Jawa Timur.
Fathorrasjid sendiri sudah divonis hakim bersalah pada 2010 lalu. Di pengadilan negeri Surabaya dia divonis 6 tahun penjara karena terbukti memotong dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) sebesar Rp5,8 miliar. Kemudian dia melakukan kasasi dan vonisnya menjadi 4 tahun penjara. Fathorrasjid bebas pada Desember 2013 lalu.
Pengakuan Fathorrasjid berbanding terbalik dengan track record Zulkarnaen. Bila melihat saat fit and proper test pada 2011 lalu, rekam jejak Zulkarnaen sudah clear. Di Tim Pansel dan di DPR, Zulkarnaen juga sudah dinyatakan lolos.
Penghancuran Sistematis
Menyikapi kondisi itu, mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menilai, pelaporan pimpinan KPK ke polisi tersebut adalah bentuk penghancuran KPK secara sistematis.
"Ada satu proses sistematis untuk bagaimana menghancurkan KPK. Sebab kelima orang ini bersama sama, saya ikut proses seleksi," ujarnya.
Abdullah yang mengikuti sejak awal proses seleksi pimpinan KPK jilid 3, tahu betul bagaimana kualitas keempat pimpinan KPK yang tersisa saat ini. Dari hasil seleksi ketat, kelima pimpinan saat itu dinyatakan bersih.
"Dalam seleksi di pansel itu dilakukan tracking dengan mendapat laporan dari berbagai pihak. Kasus mereka ini sudah lama sebelum jadi pimpinan KPK. Kenapa baru sekarang diungkap? Ini sengaja dijadikan bom waktu," jelas Abdullah.
Lebih lanjut, Abdullah menilai, pengadukan tiga pimpinan KPK (Bambang Widjojanto, Adnan Pandu dan Abraham Samad, red) ke polisi, adalah upaya untuk memukul KPK. "Ini tidak fair," tegasnya.
Gali Kuburan Sendiri
Kondisi yang tengah mendera KPK saat ini, juga menjadi perhatian serius mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Ahmad Syafi'i Ma'arif. Menurutnya, bila kisruh antara KPK-Polri tidak segera diselesaikan, Indonesia akan hancur. Presiden harus tegas dalam menyelesaikan masalah ini.
Menurutnya saat ini ada upaya pelemahan terhadap KPK. Kalau tidak segera diselesaikan negara ini akan hancur. "Indonesia akan gali kubur sendiri," tegasnya.
"Kalau presiden mau mendengarkan ini dengan hati nuraninya, kita apresiasi betul. Muhammadiyah tetap amar ma'ruh nahi mungkar," pungkas Syafi'i.
Nyatakan Mundur
Sementara itu, sikap berjiwa besar ditunjukkan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, ia mengajukan permohonan berhenti sementara dari lembaga antirasuah itu.
Menurut Bambang, langkah itu ditempuhnya karena patuh terhadap Pasal 32 ayat 2 UU KPK. Pasal tersebut mengatur tentang keharusan seorang pimpinan KPK untuk mundur bila berstatus sebagai tersangka.
"Di kantor saya membuat surat permohonan pemberhentian sementara," ujarnya.
Surat itu ditujukan kepada pimpinan KPK. Selanjutnya Bambang menyerahkan kepada pimpinan KPK yang tersisa yakni Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja untuk menindaklanjuti surat tersebut. "Saya tunduk pada konstitusi, undang-undang dan kemaslahatan publik," ujar Bambang.
Dalam kesempatan itu, Bambang rela dirinya disebut sebagai korban polemik KPK-Polri demi kelangsungan pemberantasan korupsi di Indonesia. "Kalau saya harus menjadi korban agar pemberantasan korupsi tetap berjalan, maka saya ikhlas melakukan itu," tambahnya.
Meski rela mundur, Bambang menilai, kasus yang menimpanya adalah sesuatu yang direkayasa. "Faktanya fiktif," tambahnya.
Bagi Bambang yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan KPK agar pemberantasan korupsi yang semakin banyak diadang lawan tetap jalan terus. "Proses pemberantasan korupsi harus berjalan," tegas Bambang yang ketika didampingi Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi.
Senada dengan Abdullah, Bambang juga melihat ada skema besar penghancuran KPK. Sehingga ada upaya untuk melumpuhkan KPK agar lembaga antirasuah itu tidak bisa bekerja.
Yang menarik, ketika ditanya soal kemungkinan terjadinya kekosongan pada unsur pimpinan KPK bila semua dikriminalisasi dan jadi tersangka, Bambang mengatakan, hal itu bisa saja terjadi. Namun upaya pemberantasan korupsi tetap bisa berjalan. Terkait soal komisioner, dia berseloroh Johan Budi bisa dipromosikan.
"Ada deputi yang bertugas mencegah supaya tidak seperti itu. Mungkin bisa dipromosikan supaya bisa bekerja lebih keras lagi," tambah BW sambil tertawa dan melirik ke arah Johan.
Mundur Ditolak
Sementara itu, tiga unsur pimpinan KPK yang tersisa, memutuskan menolak permohonan mundur Bambang Widjojanto tersebut.
"Baru saja Magrib tadi, saya dikasih tahu pimpinan bahwa pengunduran diri Pak Bambang ditolak semua pimpinan," kata Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi.
Dengan demikian, selanjutnya semua keputusan berada di tangan Presiden Jokowi. Pimpinan KPK kini menunggu keputusan Jokowi apakah akan mengeluarkan Keppres penonaktifan Bambang atau tidak.
"Kami masih menunggu bagaimana sikap dari Presiden Jokowi. Apakah bapak presiden akan mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara untuk Pak BW sesuai dengan UU Nomor 30 tahun 2002, pasal 32 . Sampai hari ini kami belum memperoleh informasi soal itu," jelas Johan.
Pimpinan KPK memiliki beberapa pertimbangan terkait penolakan permohonan yang disampaikan BW. Salah satu alasannya adalah KPK saat ini masih sangat membutuhkan Bambang guna menuntaskan beberapa perkara yang masih ditangani.
"Jadi tadi keyakinan pimpinan bahwa apa yang dialami Pak BW adalah rekayasa. karena itu permohonan pengunduran dirinya ditolak. Selanitu, Pak BW masih dibutuhkan di KPK," tutur Johan.
Budi Gunawan Disarankan Mundur
Langkah Bambang yang mengajukan pengunduran diri, diapresiasi berbagai pihak dan layak jadi contoh bagi pejabat lain.
"Kita mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh BW, agar dia fokus menghadapi masalahnya. Itu menjadi pelajaran penting, termasuk juga kepolisian," kata Ketua DPD RI Irman Gusman.
Irman mengatakan BW memberi contoh sebagai pejabat negara yang baik, yang mengedepankan moral dan etika, meski kasusnya disebut banyak pihak sebagai upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Sikap BW selayaknya menjadi contoh bagi pejabat lain.
"Sikap yang diambil oleh BW seharusnya juga diikuti siapapun yang duduk sebagai pejabat," ujar pria yang pernah mengikuti konvensi capres Partai Demokrat ini.
Sedangkan pernyataan yang lebih tegas diungkapkan Abdullah Hehamahua. Menurutnya, seharusnya calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan juga mengikuti langkah Bambang dan mundur dari pencalonannya. "Kalau BG berjiwa besar, seharusnya beliau juga mengundurkan diri, non-aktif dari kepolisian," ujarnya.
Apresiasi terhadap Bambang juga dilontarkan anggota Komisi III DPRD RI, Ria Latifah. Menurut politisi PDIP ini, tidak mudah bagi seorang pejabat apalagi pimpinan KPK untuk berhenti sementara secara gentle dari jabatannya. Padahal, tuduhan tersangka itu belum terbukti.
Sementara terkait posisi Budi Gunawan yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan malah tetap bertahan dengan jabatannya, Dwi menyerahkan urusan itu pada pribadi masing-masing.
"Untuk seseorang mundur dan tidaknya ketika menghadapi persoalan, sangat tergantung personal masing-masing. Kita tidak bisa tahu kedalaman hati dia, karena itu pertangjaawban dia personal kepada masyarakat," tegas Dwi. (bbs, dtc, kom, rmc, viv, sis)