Harga Jual Properti Naik 10 Persen Plus Inflasi
Jakarta (HR)-Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia menyambut baik perubahan acuan ambang batas pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) atas properti dari luas bangunan menjadi harga jual.
Namun, REI mengusulkan agar pemerintah membuat formulasi baku penyesuaian acuan harga jual properti setiap tahunnya agar memberikan kepastian bagi masyarakat dan pelaku industri.
"Sebaiknya ke depan ada aturan yang sudah dipastikan penyesuaian harga jual properti. Misalnya 10 persen plus inflasi," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Eddy Hussy, Selasa (1/12).
Dengan formulai tetap tersebut, kata Eddy, maka pengembang sudah bisa memprediksi perubahan eskalasi harga pada tahun-tahun mendatang mengikuti dengan kenaikan harga material bahan bangunan.
"Kami sudah sampaikan usulan itu ke Kementerian Keuangan, tapi menurut mereka akan dikaji oleh tim khusus. Mudah-mudahan bisa diakomodir," tuturnya.
Sebelumnya, pemerintah mengubah ambang batas pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) properti untuk golongan tarif 20 persen, dari yang sebelumnya mengacu pada luas bangunan menjadi harga jual.
Untuk rumah mewah atau townhouse, yang tadinya mensyaratkan luas bangunan minimal 350 meter persegi diganti menjadi nilai harga jual minimal Rp20 miliar.
Sementara untuk apar temen, kondominium, dan townhouse berstatus strata title, ketentuan luas bangunan minimal 150 meter persegi dihapuskan dan diganti dengan harga jual minimal Rp10 miliar.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang terbit pada 20 November 2015.
"Itu cukup bagus karena kebijakannya menjadi agak sedikit longgar. Harga jual acuan yang ditentukan pemerintah kami harap itu harga di luar pajak atau harga cash keras," tutur Eddy.
Target Meleset
Direktur Utama PT Ekadi Trisakti Mas yang beroperasi di Batam ini melihat kinerja industri properti pada kuartal terakhir 2015 mengalami perbaikan dan relatif stabil jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya yang cenderung melemah.
"Namun kami melihat agak sulit untuk mencapai target pertumbuhan 10 persen pada tahun ini, kemungkinan di bawah itu.
Mungkin industri properti hanya tumbuh sekitar 7-8 persen seperti proyeksi Bank Indonesia," jelas Eddy.
Berdasarkan segmentasi pasar, Eddy mengatakan penyokong utama pertumbuhan properti pada tahun ini adalah hunian tapak untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini, katanya, tak lepas dari dari program 1 juta rumah dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dicanangkan pemerintah.
"Tahun ini kami menargetkan membangun 230 ribu unit rumah untuk FLPP, demikian pula dengan tahun depan sekitar segitu," tuturnya.(cnn/mel)