Rekaman Novanto tak Perlu Diverifikasi
JAKARTA (HR)-Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai, rekaman yang berisi perbincangan antara Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, tak perlu lagi diverifikasi. Hal itu disebabkan Setya Novanto sudah mengakui rekaman itu memang berisi suaranya.
Hal itu dilontarkan Kapolri, usai bertemu dengan tiga pimpinan Majelis Kehormatan Dewan (MKD), yakni Sufmi Dasco Ahmad, Junimart Girsang dan Hardi Susilo. Pertemuan digelar di rumah dinas Kapolri, Kamis (19/11) sore kemarin. Pertemuan itu juga berlangsung singkat, sekitar 15 menit.
Salah satu hal yang dibahas, adalah perihal rekaman yang diserahkan Kementerian ESDM kepada MKD. Seperti diketahui,
rekaman tersebut membuat posisi Setya Novanto makin tersudut. Pasalnya, rekaman itu disinyalir berisi tentang permintaan saham terhadap PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Jokowi Widodo dan Jusuf Kalla.
"Ya kan nanya, menanyakan apakah rekaman itu perlu dicek keasliannya dulu atau tidak. Apakah rekaman itu perlu nggak diperiksa. Saya pikir kalau sesuatu yang sudah diakui nggak perlu (diperiksa)," ujar Kapolri.
Menurut Kapolri, pertemuan tersebut sifatnya hanya berupa konsultasi, bukan menyampaikan laporan. "Ya konsultasi ya, bukan laporan. Ke rumah, ya saya ketemu di rumah. Enggak lama kok, sebentar aja. Paling 15 menit," tambahnya.
Badrodin menjelaskan verifikasi rekaman suara diperlukan jika pihak yang dilaporkan menyangkal atau lupa soal materi laporan. Namun karena Novanto sudah mengakui pembicaraan dengan Presdir PT Freeport, maka seharusnya tak perlu ada pemeriksaan rekaman lagi.
"Kalau misanya nanti di sidang dia mengakui, nggak perlu ada pemeriksaan di lab. Tapi kalau tidak mengakui atau lupa, perlu kita cek. Itu saja, nggak ada yang lain," ujarnya.
Kapolri juga menegaskan bahwa tak ada penyerahan rekaman yang diserahkan ke pihaknya. "Belum ada," pungkasnya.
Dibenarkan
Sementara itu, Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, membenarkan adanya pertemuan itu. Menurutnya, pertemuan itu merupakan tindak lanjut yang dilakukan MKD, setelah menerima transkrip rekaman yang diserahkan Menteri ESDM Sudirman Said, pada Rabu kemarin.
"Kami konsultasi mengenai banyak hal terkait bagaimana langkah-langkah yang akan dilakukan MKD di kasus yang menonjol dan menyita perhatian masyarakat," ujarnya.
Salah satu hal yang dikonsultasikan, adalah perihal verifikasi rekaman yang berisi suara Setya Novanto-Reza-Chalid-Presdir PT Freeport Indonesia, terkait dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres. MKD meminta pandangan Kapolri soal perlu tidaknya rekaman itu diverifikasi.
"Masalah rekaman kami tanya soal verifikasinya, apakah kemudian itu murni atau diedit. Kapolri memberi masukan-masukan kepada kami, kami timbang-timbang," ujarnya.
Dasco mengatakan tak ada penyerahan data rekaman ke Kapolri. Untuk penyerahan rekaman, Dasco menuturkan ada staf sekretariat MKD yang sudah mendatangi Bareskrim Polri pada Kamis sore kemarin. "Harusnya sudah diserahkan," ujarnya.
Diakui
Sebelumnya, Setya Novanto sendiri sudah mengakui rekaman yang beredar itu berisi percakapan antara dia dan bos Freeport. Namun, transkrip tersebut tidak utuh.
Oleh karena itu, dia menyayangkan beredarnya transkrip percakapan itu. Sebab, ketika transkrip itu utuh, maka akan terlihat pertemuannya dengan Freeport memiliki tujuan yang baik.
"Makanya saya agak menyayangkan itu. Pembicaraan saya itu tujuannya baik, namun yang saya lihat tidak tahu ya, saya juga belum lihat rekamannya," kata Setya.
Dia juga mencurigai ada maksud tertentu dalam menyebarkan transkrip pembicaraan itu.
"Saya merasa ini kayak blackmail juga, diedar-edarkan. Saya begini juga Ketua DPR, kok sampai tega mem-blackmail begitu. Saya enggak ngerti juga apa motif dan tujuannya," ujar dia.
Ketika dikonfirmasi ulang Kamis kemarin, Setya Novanto berharap pembuat rekaman tersebut bisa diampuni dosanya. "Mudah-mudahan pengirim blackmail itu diampuni," ujarnya.
Novanto pun santai menghadapi tuduhan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dialamatkan kepadanya. Dia tak mau berkomentar banyak soal kasus ini setelah Rabu malam kemairn menggelar jumpa pers.
"Ya namanya juga blackmail," ujarnya lagi.
Sementara itu, Ketua sementara KPK, Taufiequrachman Ruki, menilai Ketua DPR Setya Novanto salah jika terbukti meminta saham dari PT Freeport Indonesia. Menurutnya, pejabat negara tidak boleh memanfaatkan jabatannya untuk meminta sesuatu kepada pihak lain demi keuntungan pribadi.
"Itu namanya perilaku koruptif," ujarnya.
Kendati demikian, Ruki mengatakan, KPK belum berencana mengusut kasus yang kini ramai diperbincangkan publik ini. Menurut dia, perlu kajian lebih mendalam mengenai bagaimana proses pertemuan Novanto dengan bos PT Freeport serta deal apa yang dijanjikan.
"Yang paling tepat menyelidiki adalah kepolisian karena bisa masuk dari berbagai penjuru, mulai dari IT, tindak pidana umum, dan bisa segala macam," ujar Ruki.
"KPK hanya satu penjuru, yaitu tindak pidana korupsi," ucapnya.
Dalam hukum pidana, kata dia, tindak pidana yang dilakukan Novanto belum sempurna.
Dia membuka kemungkinan KPK mengusut kasus ini jika sudah menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi.
"Percuma juga kita tangani ribut-ribut, diajukan ke pengadilan bebas. Kalau KPK masuk, begitu dipegang, saya tidak mau bebas," ujarnya lagi. (bbs, kom, dtc, ara, sis)