Pemprov Harus Siapkan Program Cegah Korupsi
PEKANBARU (HR)-Pemprov Riau diminta lebih berani dalam melakuan kegiatan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, yang telah banyak menyeret pejabat di Riau. Salah satunya, dengan menganggarkan dana yang memadai, untuk program atau kegiatan-kegiatan yang bertujuan mencegah terjadinya korupsi.
Demikian dilontarkan praktisi hukum Riau, Sugiharto, Jumat (23/1). Menurutnya, langkah ini lebih baik daripada dana APBD dialokasikan untuk kegiatan seremonial yang manfaatnya tak jelas.
Pernyataan itu dilontarkannya menanggapi keprihatinan tokoh masyarakat Riau, H Basrizal Koto, tentang banyaknya pejabat di Riau, yang terjerat kasus hukum, khususnya korupsi.
"Lebih baik ada anggaran yang besar untuk upaya pencegahan korupsi. Seperti untuk pendidikan, seminar dan penyuluhan hukum," sarannya.
Selain itu, anggaran yang besar juga bisa dimanfaatkan untuk menciptakan suatu sistem sistem yang lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan internal pemerintahan. "Misalnya menciptakan sistem pengelolaan pajak yang terintegrasi. Sehingga dalam perjalanannya, kemungkinan penyelewengannya bisa diminimalisir. Di DKI Jakarta, hal seperti ini sudah dilakukan," terangnya.
Karena itu, Sugiharto mengharapkan Plt Gubri Aryadjuliandi Rachman memiliki inisiatif untuk mencitakan inovasi seperti itu. "Ini bisa menjadi salah satu upaya menurunkan angka penyelewengan keuangan daerah," papar Sugiharto.
Untuk merealisasikan hal itu, tentunya membutuhkan biaya yang besar. Plt Gubri, katanya, harus punya keberanian untuk mengalokasi anggaran yang memadai untuk melakukan berbagai upaya pencegahan. "Sehingga akan tercipta masyarakat dan aparatur penyelenggara pemerintahan yang bersih," katanya.
Sugiharto, juga menekankan perlu adanya persamaan persepsi dari lembaga penegak hukum dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Karena, selama ini kerap terjadi di mana pihak Kepolisian, Kejaksaan atau KPK, susah payah mengumpulkan bukti dan keterangan untuk mengungkap suatu tindak pidana korupsi. Namun sampai di pengadilan, malah pelakunya divonis ringan.
"Pelaku korupsi, harus divonis seberat-beratnya. Biar memberi efek jera kepada pelaku dan calon pelaku lainnya," tukasnya.
Dan aparat penegak hukum, juga diminta untuk intensif melakukan upaya pencegahan terjadinya korupsi. "Upaya pencegahan harus dilakukan secara berkesinambungan. Sehingga dampaknya dapat dirasakan," pungkasnya.
Pencegahan
Sementara itu, Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Z Pandra Arsyad juga mengakui perlunya upaya pencegahan agar seseorang tidak sampai terseret ke ranah hukum. Sebagai daerah baru, sangat memungkinkan masih banyak pejabat yang pengetahuannya tentang pelaksanaan anggaran masih minim. Sehingga dikhawatirkan salah dalam melangkah sehingga berbuntut dengan terjerat dalam kasus hukum.
“Kita setuju apa yang disampaikan tokoh masyarakat Riau Basrizal Koto. Untuk mengantisipasi ini, memang diperlukan upaya pencegahan," ujarnya.
Kapores mengatakan, kepada para pejabat publik yang berkaitan dengan kegiatan dan anggaran sebaiknya belajar dan mencari tahu apa saja hal terkandung pada UU Tindak Pidana Korupsi, yang menjadi momok itu.
Selain itu, juga penting dilakukan kerjasama sosialisasi atau penyuluhan hukum dengan lembaga penegak hukum. Seperti Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK sendiri. Sehingga ke depan akan mampu meminimalisir kasus hukum terkait korupsi itu,”katanya.
Penyadaran hukum kepada setiap pejabat negara kata Pandra, juga diperlukan antara lain harus melaporkan harta kekayaan pribadinya ke LHKPN.
Selanjutnya PPTK atau kuasa pengguna anggaran serta pejabat terkait lainnya harus konsisten melaksanakan ketentuan sesuai Perpres 70 yang baru saja diperbaharui dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2015 ini. Sehingga mekanisme pengadaan barang dan jasa berjalan sesuai aturan,” tandasnya.(dod, jos)