Perlu Keseriusan Tim Terpadu
Banyaknya persengketaan lahan antara perusahaan dan masyarakat tidak terlepas dari permasalahan yang dari awal dibiarkan. Sesuai ketentuan perundang-undangan sebelum perusahaan mengantongi HGU, harus dilakukan verifikasi terhadap lahan yang akan dikelola, apakah ada masyarakat yang bermukim dan memiliki perkebunan di sana. Jika ditemukan pemukiman masyarakat dan perkebunan, maka wjib hukumnya dikeluarkan terlebih dahulu dari peta perizinan barulah HGU dikeluarkan.
Selama ini proses itu tidak pernah dilaksanakan, sehinga dikemudian hari masyarakat menjadi korban, tidak bisa mengutus dokumen kepemilikn tanah, padahal surat tanah tidak lain untuk tanah yang ia miliki sebagai pekarangan rumah, dan mereka tinggal di lahan itu jauh lebih lama sebelum perusahaan hadir mengepung kampung-kampung.
Tidak sering terdengar sengketa lahan masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dituding merambh lahan, padahal masyarakat setempat telah lama hidup di tengah areal perizinan perusahaan dan seiring pertumbuhan penduduk diperlukan lahan baru untuk betahan hidup. Dan itu dilakukan masih di areal perkampungan tempat merek di lahirkan, sayang hal itu menjadi permasalahan besar, lagi-lagi masyarakat dipersalahkan.
Ironisnya, banyak bangunan pemerintah yang berdiri di kampung-kampung yang posisinya di tengah areal perizinan perusahaan, banguan itu ada untuk melayani masyarakat, namun secara administrasi semua wilayah kampung masuk dalam peta HGU perusahaan.
Mulai tahun lalu pemerintah mengambil langkah maju, membentuk tim terpadu untuk melakukan verifikasi ulang atas semua lahan perizinan perusahaan yang ada di setiap kabupaten, sebagai bahan untuk mengajukan inklap atas lahan yang telah dikuasai masyarakat, baik pemukiman dan lahan perkebunan serta fasilitas umum yang dibangun untuk masyarakat.
Tim terpadu ini melibatkan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, seperti Kementrian Kehutanan dan Perkebunan serta perusahaan pemegang izin. Jika tim ini berjalan, maka semua areal yang dikuasai masyarakat di tengah lahan perizinan perusahaan terdata, dan bisa jadi bahan pertimbangan untuk dilepasakan dari areal perizinan perusahaan.
Dengan demikian, hak-hak dasar serta kemardekaan masyarakat terpenuhi, program tersebut sangat mulia, namun sayang kenyataan di lapangan belum berjalan sesuai yang diinginkan.
Kondisi ini banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Siak, seperti halnya di Kecamatan Sungai Mandau, Minas, Kandis, Pusako, Mempura dan beberapa kecamatan lainnya. Sengketa kepemilikan lahan antara perusahaan dengan masyarakat terus berlangsung.
Sebagian pihak berpemikiran, jika permasalahan ini diselesaikan maka akan menemukan banyak tantangan dan ada yang dikorbankan, hal itu ada kesan ketidak beranian menghadapi masaalah, sementara jika persoalan ini dibiarkan berlarut, maka ke depan masalah semakin besar. Pasalnya sebuah keniscayaaan terjadi pertumbuhan masyarakat di perkampungan, dan mereka membutuhkan lahan untuk memenuhi hajat hidup.
Jika perusahaan dan pemerintah tidak bisa menetapkan tapal batas wilayah perizinan perusahaan, baik batas dalam yang membatasi perkampungan di tengah areal perizinan ataupun batas luar, maka masyarakat tidak bisa memastikan man lahan yang bisa mereka garap atau sudah menjadi hak perusahaan.***