Aksi Copot Baterai Hp Kembali Disinggung
PEKANBARU (HR)-Dalam sidang kemarin, JPU juga kembali menyinggung keterangan mantan anggota DPRD Riau, Tony Hidayat, yang diungkapkannya saat sidang pada hari sebelumnya.
Hal itu terkait adanya pencopotan baterai handphone pada sebuah rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau di Ruang Komisi B DPRD Riau.
Siapa pihak yang diduga menjadi inisiator untuk pencopotan baterai hp tersebut menjadi fokus permulaan yang dikejar JPU dari KPK. Johar Firdaus dan Suparman kembali dicecar.
Pasalnya, keduanya dianggap mengetahui terkait inisiator dan tujuan pencopotan baterai hape, pada rapat yang dilakukan secara tertutup dan terkesan menjadi rapat rahasia yang dilakukan internal Banggar DPRD.
Sebelumnya, Tony Hidayat dalam kesaksiannya menyebut kalau dirinya terlambat hadir ke ruangan rapat. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Riau kala itu menyebut sempat diinterupsi sebanyak dua kali oleh Suparman. Ini salah satunya permintaan untuk membuka baterai ponsel.
Dalam jawabannya, Suparman mengatakan jika hal tersebut menjadi kelaziman di DPRD Riau kala itu. Dijelaskan calon Bupati Rokan Hulu tersebut, kebiasaan ini mengingat trauma mereka akan kejadian penyadapan oleh KPK dalam kasus suap PON XVIII Riau lalu.
"Menurut saya, karena trauma masa lalu lembaga DPRD (Riau)," jawab Suparman.
Senada hal itu, saksi Johar Firdaus juga mengatakan demikian. Membuka baterai hape menjadi sikap spontan legislator kala itu jika menggelar pertemuan.
Namun keterangan berbeda, malah dilontarkan Gumpita. Menurutnya, pencopotan baterai hape hanya terjadi pada rapat kali itu saja.
"Selama saya di Banggar, kali itu saja melepas baterai hape," ungkap Gumpita.
Meski begitu, Gumpita mengaku tidak mengetahui siapa yang menyuruh anggota Banggar untuk mencopot baterai hape tersebut.
Namun JPU tak terima begitu saja dan terus mengejar. Pasalnya, pencopotan baterai hape dinilai sebagai hal tak lazim. "Kalaulah tidak ada yang disembunyikan kenapa mesti dibuka baterai HP. Kalau memang tak ada apa-apanya ngapain buka. Apakah dengan buka (baterai) HP ini hasil pembicaraan tidak bisa direkam," cecar JPU Pulung.
Selanjutnya, JPU KPK membandingkan keterangan kedua saksi tersebut dengan jawaban empat saksi yang pernah duduk di persidangan membeberkan keterangan mereka.
"Kemarin saksi sebut. Ada empat saksi mengatakan itu (melepas baterai) tidak lazim. Bagaimana saudara mengatakan itu biasa," lanjutnya.
Menjawab pertanyaan itu, Suparman malah menjawab kalau rapat di internal Banggar kala itu, bukanlah rapat rahasia. Menurutnya, di legislatif hanya ada dua jenis rapat, yakni rapat terbuka dan rapat tertutup.
"Mohon izin. Di DPRD itu tidak ada rapat rahasia. Adanya rapat terbuka dan tertutup," sebutnya menegaskan sekaligus membantah adanya informasi yang menyebut rapat kali itu merupakan rapat rahasia.
Namun ketika ditanyakan terkait bukti hasil rapat resmi dengan membuka baterai HP tersebut, Suparman tidak bisa membuktikannya. Soalnya, dalam rapat itu tidak ada notulen rapat sebagai bukti jika rapat tersebut resmi dilakukan.
"Kalau rapat resmi ada kewajiban notulen gak," tanya Pulung, yang dijawab Suparman ada.
Atas jawaban tersebut, Pulung kemudian melanjutkan pertanyaannya mengenai keberadaan notulen rapat. "Ada tidak di dalam rapat ini, notulen," tanya Pulung menegaskan.
"Mohon izin, Pak. Kalau mekanismenya (notulen,red) itu di sekretariat (DPRD Riau)," jawab mantan Ketua DPRD Riau tersebut.
Jawaban itu langsung dikonfrontir JPU yang telah menyita seluruh notulensi rapat Banggar dan seluruh rapat resmi lainnya di DPRD Riau kala itu. Ternyata tidak menemukan adanya notulensi rapat Banggar yang dilakukan dengan peserta harus melepas baterai HP.
"Pak kami sudah tanya ke sekretariat. Tidak ada (Notulen Rapat), Pak. Ini semua dokumennya di sini," lanjut Pulung sambil memperlihatkan dokumen notulensi rapat-rapat di DPRD Riau. (dod)