Targetkan Pertumbuhan KPR 16 Persen
JAKARTA (HR)-Data Bank Indonesia menyebutkan, pertumbuhan penyaluran kredit pada sektor properti mengalami perlambatan. Penyaluran kredit properti pada September 2015 tercatat sebesar Rp607,1 triliun. Angka ini tumbuh 13 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan Agustus 2015 yang sebesar 13,5 persen (yoy).
Perlambatan tersebut terjadi pada kredit konstruksi, real estate, serta KPR dan KPA, masing-masing tumbuh 20,1 persen (yoy), 20,3 persen (yoy), dan 7,8 persen (yoy). Angka ini turun dibandingkan Agustus 2015 yang masing-masing sebesar 21,4 persen (yoy), 20,9 persen (yoy) dan 8 persen (yoy).
Direktur Ritel Banking Maybank Indonesia Lani Darmawan menyebutkan, selama sembilan bulan pertama tahun 2015, data pertumbuhan KPR masih positif dengan pertumbuhan mencapai di atas 16 persen. Hingga akhir tahun 2015 mendatang, bank yang memiliki kode emiten BNII ini memproyeksikan pertumbuhan KPR di level 15 peren-16 persen dibanding tahun 2014.
"Kebutuhan akan papan masih tinggi sehingga kami fokus mengembangkan kerjasama dengan developer dan agen properti rekanan termasuk juga cross selling yang kuat,” kata Lani, Jumat (6/11).
Lani bilang, industri perbankan menyambut baik relaksasi LTV yang dikeluarkan Bank Indonesia pada pertengahan 2015 lalu.
Dalam relaksasi ini, bank sentral Indonesia melonggarkan porsi pembiayaan bagi KPR dan KKB. Beleid LTV ini tertuang dalam PBI No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.
Sebagai contoh, LTV KPR pembelian pertama naik dari 70 persen menjadi 80 persen. Dengan kata lain, uang muka kredit yang dikenakan adalah minimum 20 persen. Sedangkan uang muka KKB untuk roda tiga atau lebih turun dari 30 persen menjadi 25 persen.
Meski demikian, kata Lani, akan lebih baik jika relaksasi untuk rumah inden dapat dipertimbangkan. BI dalam aturan LTV hanya memperbolehkan rumah inden untuk hunian pertama.
"Relaksasi aturan inden dapat meningkatkan pertumbuhan KPR. Yang terpenting juga adalah proses underwriting dan penyaringan yang dilakukan oleh bank untuk memastikan kualitas portofolio kredit yang sehat,” kata Lani.
Catatan saja, Perhimpunan Bannk-Bank Umum Nasional (Perbanas) meminta Bank Indonesia untuk melonggarkan dua hal penting terkait KPR.
Pertama, Perbanas meminta bank sentral Indonesia melonggarkan aturan KPR rumah kedua dan ketiga untuk diperbolehkan berstatus inden. Tujuan relaksasi ini adalah untuk mempercepat roda perekonomian.
Kedua, Perbanas juga meminta kepada BI untuk menghentikan pemakaian jasa appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) baik untuk price list rumah dan juga progress pembangunan properti.
Penggunaan jasa appraisal tersebut menurut bankir mortgage, mengerek biaya pembangunan KPR menjadi lebih tinggi dan biaya tersebut dibebankan kepada masyarakat.(kon/mel)