Perludem Curigai Konsep Politisasi Anggaran Petahana
JAKARTA (HR)-Pengaruh calon kepala daerah maupun kepala daerah dari unsur petahana terhadap pelaksanaan pilkada serentak 2015 kali ini kembali muncul, salah satunya terkait politisasi anggaran dalam penyelenggaraan pilkada.
Seperti terungkap dalam diskusi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), di Bawaslu RI, Senin (19/10 ), setidaknya ada beberapa hal yang menjadi gambaran pengaruh petahana dalam Pilkada.
Pertama, menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, petahana cenderung melancarkan anggaran pilkada di sejumlah daerah. Untuk jenis ini, kepala daerah yang mencalonkan kembali dalam pilkada berupaya mempengaruhi ketidaknetralan penyelenggara dengan melancarkan proses penganggaran.
Dari data yang dianalisis Perludem, ada tiga daerah anggaran pilkadanya disetujui melebihi yang diajukan KPU yakni Kabupaten Kediri, Kota Blitar, dan Kota Samarinda. Sementara daerah yang disetujui 100 persen dari pengajuan KPU ada 22 daerah diantaranya Kota Binjai, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Oku Selatan, Kota Dumai, Kepulauan Riau, Bandar Lampung, dan lain-lain.
"Diketahui semua daerah itu, kepala daerahnya kembali maju Pilkada 2015, meskipun kita tidak menuduh pasangan calon ini melakukan penyelewengan, tapi datanya demikian," ujar Titi dalam paparannya.
Ia mencontokan hal nyata kelancaran anggaran terjadi di Pilkada Kota Tangerang Selatan di mana anggaran Pilkada untuk Tangsel sebesar lebih dari Rp60 miliar. Kemudian pada APBD-perubahan 2015 kembali ditambah hampir 200 persen dari nilai NPHD. "Padahal sebelum ditambah, anggaran Pilkada Tangsel ini sudah paling besar se-Indonesia," ujar Titi.
Sementara, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak tidak membantah adanya politisasi anggaran oleh petahana di Pilkada. Menurutnya, hal itu tidak dapat terpisahkan mengingat kekhususan Pilkada di wilayah dimana penganggaran dilakukan oleh Pemerintah daerah.
Lantaran itu, wacana pembiayaan pilkada oleh pusat itu wajib digulirkan untuk mengatasi persoalan politisasi anggaran tersebut.
"Bawaslu sudah mengusulkan biaya penyelenggaraan dibebankan pada APBN. Tapi kemudian dibiayai APBD," ujar Nelson.(rep/dar)