BMT Terapi Krisis Moneter
Hingga Oktober ini,perekonomian nasional mengalami ujian berat. Krisis moneter Indonesia kini kian mengkhawatirkan karena telah masuk pada fase kedua. Dampak di sektor riil juga telah tampak, mulai dari PHK hingga kelesuan dunia usaha.
Pada kondisi seperti ini bank pun biasanya menjadi lembaga yang superprudent membatasi penyaluran kredit, sementara bayang-bayang ancaman likuiditas oleh gelombang rush hingga kebijakan negative spread juga menghantui. Muncul beragam tawaran solutif menjawab permasalahan ini agar fondasi moneter dan ekonomi kita tak jatuh ke titik nadir, menjadi negara bangkrut (bankruptcy state).
Revitalisasi peran koperasi sebagai soko guru perekonomian menjadi salah satu tawaran solutif paling logis, mengingat koperasi merupakan basis riil sumber pengelolaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang secara eksistensial mempunyai tingkat survive tinggi terhadap gelombang krisis.
Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi berwatak sosial yang mencerminkan tata ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Kegiatan usaha koperasi sebagaimana tercantum dalam UU No 25/1999 berkaitan dengan kepentingan anggota untuk mening katkan usaha dan kesejahteraan anggota, kelebihan kemampuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat yang bukan anggota, dan koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.
Pada tataran empiris, dua dekade terakhir muncul kesadaran umat Islam menerapkan perekonomian syariah yang memberikan kontribusi konstruktif bagi perkembangan koperasi, yakni adanya koperasi syariah. Koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang dijalankan sesuai nilai-nilai syariah, berdasarkan Alquran dan hadis.
Keberadaan koperasi syariah berangkat dari perkembangan keuangan mikro syariah berbentuk baitul mal wat tamwil(BMT), layanan simpan pinjam/pembiayaan dengan skim yang sangat berbeda dengan simpan pinjam koperasi biasa yang memakai perangkat bunga (riba). BMT merupakan lembaga ekonomi masyarakat yang bertujuan mendukung kegiatan usaha ekonomi rakyat bawah dan kecil, berintikan dua kegiatan usaha mencakupbait al-mal dan bait at- tamwil.
Sebagai bait al-mal, BMT memosisikan diri sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana umat yang berasal dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf tunai (ziswaf). Penyalurannya diaplikasikan kepada mereka yang berhak (mustahiq) zakat, sesuai aturan agama dan manajemen keuangan modern. Dalam mengelola dana ziswaf, BMT tidak mendapatkan keuntungan finansal, tapi dibolehkan memperoleh ganti biaya operasio nal sewajarnya, baik dalam konteks sebagai `amil (ZIS) atau nadzir (wakaf).
Sebuah peluang potensi ibarat raksasa yang masih tidur karena berdasarkan penelitian Baznas bekerja sama dengan IPB (2011), potensi zakat di Indonesia hingga 2013 sangat besar, yaitu sekitar Rp 217 triliun atau 3,4 persen dari PDB Indonesia. Hasil penghimpunan zakat dari lembaga-lembaga zakat pada 2013 hanya Rp 2,5 triliun.
Sedangkan, BMT sebagai bait at-tamwil merupakan institusi keuangan yang menjadi intermediaryantara shahibul mal (pemilik dana) dan mudharib (pelaku usaha) sehingga usaha pokoknya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha rakyat yang produktif dan menguntungkan dalam skala mikro sesuai sistem syariah.
Kegiatan ini didasari prinsip at-ta' awun (tolong-menolong) dan menghindari al-ikhtina(dana menganggur). Dalam menjalankan usahanya, BMT mesti didukung SDM memadai, menerapkan manajemen dan standardisasi rasio keuangan hingga dileng kapi sistem informasi manajemen/aplikasi IT.
BMT dengan keragaman skim pembiayaan seperti pola kerja sama bagi hasil (al-mudharabah, al-musyarakah, al-muzara'ah, al-musaqah), jual beli (bai' al-murabahah, bai' as-salam, bai' al-istishna'), sewa (al- ijarah, al-ijarah mumtahiya bittamlik), gadai (ar-rahn), dan sebagainya. Demikian juga kewajiban sebagai institusi koperasi untuk melakukan peran pendidikan anggota menjadi instrumen efektif pemberdayaan usaha mikro.
Pada saat krisis seperti ini, saatnya pemerintah melakukan "buttom-up interventi - on" dengan berbagai program "padat karya" yang bisa menyerap banyak rakyat yang sedang tidak ada lagi pekerjaan dengan memberikan pelatihan kewirausahaan guna menumbuhkan sikap mental wirausaha, pelatihan teknis vokasi, pendampingan, dan kemudahan akses pembiayaan usaha.
Dalam konteks ini, BMT dan bentuk koperasi lain yang terbukti berjalan baik dapat dilibatkan dan dimintakan kontribusinya dalam program ini. Tentu dengan skema yang tetap memberdayakan, saling menguntungkan, dan menghindarkan dari kesan "proyek" yang bisa menimbulkan masalah di belakang hari.
Bersamaan dengan itu, program pengaturan, pembinaan, dan pengawasan koperasi yang selama ini belum dilakukan, menjadi entry point untuk efektif dilaksanakan. Bahkan dengan diberlakukannya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang membuka peluang bagi setiap desa di Indonesia untuk bisa mengembangkan potensi desa guna mewujudkan kemakmuran masyarakat, termasuk kesempatan pendirian badan usaha milik desa (BUMDes) sesuai pasal 87 ayat 1, 2, dan 3. BUMDes dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pemerintah juga berkomitmen menyalurkan dana alokasi desa dengan jumlah tidak sedikit. Sebagian kalangan menyangsikan kesiapan kelembagaan di desa untuk mendayagunakan dana itu bagi kesejahteraan masyarakat desa. Dalam konteks ini, skim syariah berikut konsep BMT pun dapat menjadi alternatif model pilihan.
Dengan begitu, diharapkan BMT akan berkonstribusi signifikan bagi pembangunan sosial ekonomi melalui setidaknya lima perannya yang signifikan. Pertama, BMT mendukung pencapaian sekaligus "bangunlah jiwanya" dan "bangunlah badannya" melalui aktualisasi nilai spiritualisme dalam pembangunan sosial ekonomi dan pemberdayaan masyarakat: dhuafa, usaha mikro dan kecil.
Kedua, BMT berperan menumbuhkan sikap kemandirian dan kewirausahaan. Ketiga, BMT berperan sentral akumulasi dan pendayagunaan berbagai potensi sumber daya sosial ekonomi (keuangan, manusia, teknologi) dalam penciptaan hasil dengan daya guna dengan nilai tambah lebih.
Keempat, BMT berperan menjadi landasan pembangunan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat yang tangguh dan mengakar di masyarakat. Kelima, BMT dengan kelembagaan koperasi yang sah sesuai UU, yang amanatkan untuk menjadi soko guru perekonomian, secara signifikan mendukung gerakan ekonomi kerakyatan yang dicanangkan dalam salah satu agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
Lima peran dan fungsi BMT ini menjadi alternatif solusi di tengah kegalauan moneter dan ancaman krisis ekonomi yang berpotensi menggerus fondasi perekonomian bangsa. Kita berharap pemerintah dan masyarakat secara luas mendukung iklim kondusif BMT untuk kontribusi dalam menjawab krisis moneter sebagai pengejawantahan peran Islam rahmatan lil alamin.(rol)
Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) Indonesia