Pengerjaan Bertentangan dengan Keputusan Direksi
Demikian terungkap di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Indra Pamulia dari Satuan Pengawasan Internal PT Pelindo I Dumai, Rabu (7/10).
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Indra menyebut kalau kegiatan pekerjaan perbaikan/pergantian (General Overhaul) mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II tersebut bertentangan dengan keputusan Direksi tentang pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, juga diketahui jika pengerjaan tersebut seharusnya tidak disubkontrakkan ke pihak ketiga. "Seharusnya yang mengerjakan adalah Unit Galangan Kapal (UGK)," ujar Indra.
Lebih lanjut, Indra juga mengungkapkan jika pengerjaan perbaikan tersebut belum dilaksanakan, sementara pekerjaan telah dibayarkan. "Kita memeriksa secara umum. Maka dalam laporan ini, (diketahui kalau pengerjaan) tidak berdasarkan keputusan direksi. Ada perusahaan dibayarkan ke PT CNNN (Citra Pola Niaga Nusantara,red), tapi belum dikerjakan. Kami hanya memberikan itu (kepada Direksi,red)," ungkap Indra.
Terhadap kesaksian tersebut, terdakwa Zainul Bahri selaku PGM Pelindo I Dumai mempertanyakan prosedural pembayaran yang belaku di Pelindo. Saksi sayangnya tidak mengetahui secara pasti prosedural tersebut.
"Saya tidak tahu pasti soal prosedural pembayaran. Saat pemeriksaan sudah ada orang keuangan. Kita tidak mengetahui kronologisnya, cuma kita temukan ada SPK pengerjaan," jawab Indra.
Selain Zainul Bahri, terdakwa lainnya dalam kasus ini, Hartono juga mempertanyakan audit yang dilakukan oleh satuan pengawas internal PT Pelindo. Menurutnya, pelaksanaan pekerjaan tidak hanya berdasar pada SPK saja.
"Seharusnya ada berkas lain selain SPK itu," ujarnya membantah keterangan saksi. Saksi menjelaskan jika mereka bekerja atas instruksi direksi setelah adanya kecurigaan terhadap pengerjaan perbaikan tersebut tidak terlaksana, atau tidak sesuai ketentuan.
Selain persoalan mekanisme pembayaran, dalam perkara ini, pengawas internal juga menemukan adanya pembayaran biaya jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan atau di luar kewenangan.
Hal ini dijelaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendarsyah didampingi, Andry kepada Haluan Riau, usai persidangan. "Subkontrak ke PT CNNN. Seharusnya yang mengerjakan UGK, tapi yang mengerjakan justru PT CNNN. Uang dibayar, tapi barang tidak sesuai. Pembayaran dilakukan di luar kewenangan Rp1,7 miliar totalnya," terang Hendar.
Dalam perkara ini kedua terdakwa dijerat JPU dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini merupakan kasus yang diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Terdapat lima orang JPU yang menangani kasus ini, satu di antaranya merupakan JPU dari Kejagung RI.
Dugaan korupsi bermula dari kegiatan pengoptimalan pengusahaan Unit Galangan Kapal (UGK) pada PT Pelindo I (persero). GM Cabang Pelabuhan Dumai, Zainul Bahri saat itu melaksanakan kontrak dengan Kepala UGK PT Pelindo I Medan Hartono untuk pekerjaan perbaikan/pergantian (General Overhaul) mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II. Selanjutnya Hartono tidak melaksanakan pekerjaan tersebut, melainkan menyerahkannya kepada PT Citra Pola Niaga Nusantara serta dalam proses pelaksanaan ternyata spesifikasi mesin tidak sesuai dengan spesifikasi namun tetap dilakukan pembayaran untuk uang muka sebanyak 30 persen.***