Istana Ungkap Alasan Jokowi tak Minta Maaf ke Keluarga PKI
JAKARTA (HR)- Wacana mengenai permintaan maaf pemerintah terhadap keluarga eks Partai Komunis Indonesia (PKI) ditampik pihak Istana. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan bahwa hingga kini belum pernah ada pembahasan soal rencana permintaan maaf itu. Saat ini, Jokowi sedang sibuk mengurus masalah perekonomian.
"Yang jelas persoalan permintaan maaf dan sebagainya itu tidak pernah dibicarakan dalam rapat-rapat di kabinet maupun ketika kami mendampingi.
Sikap Presiden sudah disampaikan secara jelas bahwa konsentrasi beliau sekarang ini adalah menyelesaikan persoalan ekonomi yang sedang dihadapi bangsa ini," ujar Pramono di Istana Kepresidenan, Selasa (22/9).
Isu permintaan maaf pemerintah terhadap keluarga eks PKI ini muncul dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan PP Muhammadiyah pagi tadi. Pengurus Pusat Muhammadiyah meminta klarifikasi Presiden Joko Widodo terkait isu akan adanya permintaan maaf pemerintah kepada mereka yang dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Kepada Muhammadiyah, Jokowi membantah isu tersebut.
Menurut Pramono, isu ini bisa saja ditanyakan oleh pengurus PP Muhammadiyah.
"Saya tidak yakin kalau kemudian kata-kata itu muncul dari beliau sendiri, pasti karena mungkin di antara peserta dari Muhammadiyah menanyakan," ucap dia.
Menurut Pramono, Jokowi saat ini sedang disibukkan dengan persoalan ekonomi global yang berpengaruh ke Indonesia dan langkah-langkah yang harus dilakukan. "Beliau lebih concern pada persoalan deregulasi," ucap politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan, saat ditanya, Presiden mengatakan, dirinya tidak berencana menyampaikan permintaan maaf. Jangankan rencana, kata Abdul, Jokowi mengaku sama sekali tidak pernah memiliki niat untuk melakukan permintaan maaf tersebut.
"Saya kira beliau punya prinsip pada hal ini. Kata Presiden, kalau kami (pemerintah) meminta maaf, kami akan berhadapan dengan NU, Muhammadiyah, dan TNI," ucap Abdul.
Isu tersebut muncul setelah pemerintah mewaca-nakan rekonsiliasi terhadap korban atau keluarga korban sejumlah kasus pelanggaran berat HAM. Sampai saat ini, wacana rekonsiliasi itu masih belum difinalisasi.
Pemerintah memberi perhatian lebih pada kasus pelanggaran berat HAM, seperti kasus Talangsari, Wasior, Wamena, penembak misterius atau petrus, G30S PKI, kerusuhan Mei 1998, dan penghilangan orang secara paksa.(kom/rio)