IPAL Belum Separuh Sudah Beroperasi
BUNGARAYA (HR)-Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit PT Teguh Karsa Wahana Lestari memaksa warga menghirup mencium aroma busuk yang keluar dari Instalasi Pengolahan Limbah perusahaan tersebut.
Tragisnya, IPAL ini baru separuh dibangun, namun sudah dioperasikan.
Cipto, warga yang tinggal sekitar 1 KM dari pabrik tersebut mengaku setiap pagi mencium bauk busuk, seperti bau kentut. Lebih parah lagi jika hujan turun, aromanya lebih pahit.
"Beginilah baunya Pak, kalau ingin tau silahkan datang waktu Subuh atau setelah hujan. Kami sudah tidak tahan, masyarakat sudah kompak mau mengumpulkan tanda tangan sebagai bentuk pernyataan sikap menolak bau limbah TKWL," kata Cipto.
Senada disampaikan Hadi, warga setempat. Selain tidak kuat menahan bau lim
bah, ia juga khawatir dampak bau yang beredar di udara mengganggu kesehatan.
"Kami ingin langsung menanyakan ke Dinas Kesehatan, bagaiama dampaknya terhadap kesehatan. Kami tidak ingin jatuh sakit karena bau limbah TKWL," kata Hadi.
Di lain pihak, Kabid Analisis Pencehagan Dampak Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Siak Alhaq Zulkarnain mengaku pihaknya telah turun menanggapi laporan warga adanya pencemaran lingkungan.
Dari peninjauan itu terlihat IPAL belum memadai bahkan belum separuh yang selesai, selain itu ditemukan beberapa indikasi pelanggaran.
"Berdasarkan data produksi, kebutuhan kolam IPAL 140 ribu meter kubik, sementara kolam yang ada kapasitasnya 37 ribu meter kubik, artinya belum sampai satu pertiga IPAL yang sudah terbangun. Dari 8 kolam ini diperhitungkan hanya mampu menampung limbah selama 40 hari beroperasi," terang Alhaq.
Selain IPAL belum cukup, saat tim BLH turun juga ditemukan indikasi pencemaran lingkungan.
Pertama penumpukan tandan kosong (tangkos) di pinggir anak sungai. Kedua terdapat parit dekat ipal yang bermuara ke anak sungai sementara anak sungai ini bermuara ke Sungai Siak, dicurigai menjadi saluran membuang limbah ke sungai. Selain itu terlihat masih ada lahan dekat pengolahan IPAL yang belum dibebaskan.
"Itu kan bahaya, banyak warga yang bisa mengambil jamur tangkos, bagaimana kalau sempat ada anak yang jatuh ke kolam. Kami minta agar segera dibebaskan dan dibuat tembok.
Kedua parit yang bermuara ke kanal untuk segera ditutup, ketiga ada indikasi ceceran air tangkos mengalir ke sungai, untuk itu kami minta jangan mengumpulkan tangkos di pinggir anak sungai," kata Alhaq.
Menurut Alhaq, tangkos masih menyimpan kadar minyak. Jika hujan tangkos bisa terbawa air, jika dibiarkan di pinggir sungai maka air yang bercampur minyak bisa ke sungai, hal itu menjadi suatu indikasi pencemaran yang dilaporkan warga.***