Siapkan Operasi Darurat Asap
JAKARTA (HR)-Pemerintah segera menyiapkan Operasi Darurat Asap sebagai upaya mengatasi kebakaran hutan dan lahan di sejumlah kawasan Sumatera dan Kalimantan yang berdampak pada munculnya gangguan kabut asap.
Hal itu dikatakan Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono saat menjelaskan hasil rapat koordinasi penanggulangan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Sabtu (5/9).
Hadir dalam rapat ini Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri ESDM Sudirman Said selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ad interim serta sejumlah gubernur yang wilayahnya terkena kebakaran hutan dan lahan.
"Nanti akan ditetapkan dengan SK (Surat Keputusan) Menteri LHK mengenai Operasi Darurut Asap ini. Nantinya ada satgas secara nasional," katanya.
Menurut Bambang Hendroyono, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten serta didukung TNI dan Kepolisian telah komitmen melaksanakan operasi gabungan penanggulangan karhutla.
Dikatakannya, para gubernur terutama di lima provinsi yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, tambahnya, akan menjadi penanggungjawab di daerah masing-masing dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tersebut.
Sebelumnya Menteri LHK ad interim Sudirman Said menyatakan, di samping situasi segera diatasi, juga supaya kedepan hal yang berulang-ulang ini dicari solusinya.
"Ada satu PR yang dikerjakan bersama, untuk jangka pendek mengatasi ini tapi juga untuk jangka panjang mengantisipasi agar tidak berulang," katanya.
Sementara itu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, TNI mendukung Helikopter, dan pesawat CN 295, serta Hercules, Cesna untuk rekayasa cuaca di daerah yang terkena bencana asap.
"Selain ada Satgas yang patroli sebagai pemadaman, ada yang melaksanakan penegakan hukum dan kesehatan juga," ujarnya.
Sanksi Tegas
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti meminta agar pembakar lahan yang menyebabkan kabut asap tak hanya diberi sanksi pidana. Mereka juga harus diberi sanksi administrasi agar jera.
"Sebenarnya lebih jera kalau yang sudah terbukti kenakan sanksi administrasi. Kalau pidana tidak membuat jera," jelas Badrodin di tempat yang sama.
Namun menurut Kapolri, yang berwenang adalah hakim yang menyidangkan kasus. Sanksi administrasi bisa berupa pencabutan izin hingga denda yang besar.
"Urusan hakim itu, bukan polisi. Kita hanya menyidik dan menerapkan pasal, jaksa yang menuntut. Penerapan kan jaksa," tegas dia.
Tabuh Genderang Perang
Kapolri menyatakan menabuh genderang perang untuk para pembakar lahan. Hingga bulan ini saja, sudah 46 pembakar lahan yang diproses. Bukan hanya penduduk biasa, oknum di perusahaan juga disikat.
"Banyak yang sudah diproses 46 kasus. Tahun lalu 270-an, tahun ini lebih sedikit. Tapi ini kan masih operasi. Selama ini penegakan hukum diproses perusahaannya," jelas Badrodin.
Jadi, untuk perusahaan yang dipidana jajaran direktur. Polisi tak main-main. Selain itu juga, Badrodin berharap ada kebijakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin atau denda bagi mereka yang melanggar.
"Kan ada banyak modus sekarang, para mafia mau menerima lahan itu kalau sudah lengkap dan clear. Kan ngga bisa kena juga perusahaan kalau modus-modus itu dilakukan," jelas dia.
Solusi Permanen
Hutan dan lahan wilayah Sumatera dan Kalimantan. dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, selalu terbakar setiap tahunnya. Kebakaran hutan dan lahan masif menyebabkan bencana asap.
"Wilayah langganan kebakaran hutan dan lahan adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Dampak yang ditimbulkan luar biasa. Bahkan, kerugian dan kerusakan akibat kebakaran hutan dan lahan lebih besar dibandingkan jenis bencana lainnya di Indonesia setiap tahunnya," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/9).
Sutopo mengatakan, Presiden Joko Widodo pada 27 November 2014 dalam kunjungan di Pekanbaru, Riau, memberikan arahan bahwa pemerintah akan serius mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan, agar segera dihentikan, dan tidak akan menoleransi perusahaan maupun siapapun yang melanggar hukum.
"Kebakaran hutan dan lahan akibat pembiaran dan lemahnya penegakan hukum. Pembakaran dilakukan untuk pembersihan lahan dan perluasan lahan. Kebakaran hutan dan lahan mempunyai korelasi positif dengan illegal logging. Pembukaan lahan dengan membakar hanya butuh Rp600-800 ribu per hektare, sedangkan tanpa bakar memerlukan biaya Rp3,5-5 juta per hektare. Apalagi, saat kemarau, hanya perlu api saja kebakaran hutan dan lahan akan tak terkendali," kata Sutopo.
Kebakaran hutan dan lahan di Riau, khususnya di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Taman Nasional Tesso Nelo dan lainnya sebagian besar dilakukan oleh para pendatang.
"Mereka bekerja sama dengan Batin (kepala adat) dan lurah dengan mengeluarkan surat keterangan tanah per dua hektare sesuai jumlah anggota koperasi," ungkapnya.
Sutopo menjelaskan, kunci utama mengatasi kebakaran hutan dan lahan adalah penegakan hukum. "Sudah banyak undang-undang, peraturan, juknis, dan lainnya yang mengatur larangan membakar hutan dan lahan. Namun, faktanya tetap dibakar," jelasnya.
Saat kebakaran hutan dan lahan parah melanda Riau pada Mei-Juni 2013 dan Maret-April 2014, Satgas Nasional Penanganan Bencana Asap yang dikomando BNPB bisa mengatasi dalam waktu dua hingga tiga minggu.
"Ribuan TNI dan Polisi dikerahkan menduduki daerah-daerah yang sering dibakar. Patroli dan penegakan hukum diintensifkan. Hasilnya, kebakaran hutan dan lahan dipadamkan dan tidak berlanjut," ungkapnya.
Terdampak El Nino
Hingga Sabtu sore, kualitas udara di provinsi Riau masih berselimut kabut asap. Meskipun demikian, jumlah titik api yang terdeteksi BMKG Pekanbaru hanya 14 titik tersebar di beberapa daerah di Riau.
Hal ini dikatakan Staff Analisa BMKG Pekanbaru, Yesi Christi bahwa jumlah titik api berdasarkan pantauan satelit Terra dan Aqua untuk Sumatera sebanyak 390 titik terbanyak Sumsel 224 titik, Jambi 92 titik, Sumbar 5.
"Sementara, di Riau terdeteksi 14 titik api terbanyak di Inhu 8 titik,
Pelalawan 3, kuansing 1, Inhil 1," ungkap Yesi kepada Haluan Riau, Sabtu (5/9).
Disebutkannya, kabut asap yang menyelimuti langit Riau berasal dari provinsi tetangga di Sumatera. Jarak panjang sejauh 1 kilometer dari sebelumnya 600 meter.
"Karena, angin berhembus dari selatan menuju utara, sementara di wilayah Riau angin kalem, sehingga asap menumpuk di wilayah Riau," terang Yesi.
Yesi juga menjelaskan, peluang terjadinya hujan saat ini tidak ada dan sangatlah kecil sampai akhir September ini. "Musim hujan diperkirakan baru terjadi pada akhir September," tandasnya.(rud/kpc/dtc/yuk)