Danrem: Polisi Harus Tegas
PEKANBARU (HR)-Danrem 031/Wirabima, Brigjen Nurendi, meminta aparat Kepolisian untuk lebih tegas lagi dalam menegakkan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan dan hutan di Riau. Sebab selama ini, banyak pelaku pembakaran hanya sebatas diperiksa dan dilepaskan kembali karena tidak cukup bukti.
"Sudah jelas-jelas tampak pelaku pembakaran lahan dan hutan di wilayah Riau ini. Fakta di lapangan jelas kebakaran ini dibakar bukan terbakar.
Jangan sampai akibat tidak cukup bukti pelakunya ini dilepas," tegas Brigjen Nurendi, yang juga Komandan Satuan Tugas Penanggulan Karhutla Riau.
Menurut Danrem, pelaku pembakar lahan harus diberi efek jera. Tidak hanya pelakunya tetapi pemilik lahannya, apakah masyarakat atau pun perusahaan, harus ada tindakan tegas dari aparat hukum. Kalau perlu pelakunya dieskpose di media, baik elektronik maupun media massa.
"Sudah jelas tampak dengan saya dari udara, lahan terbakar itu dibakar. Lahan itu pasti ada pemiliknya dan dibakar oleh masyarakat atas suruhan yang lain seperti perusahan atau pemilik lahan. Lahan itu harus kita selidiki milik siapa. Kalau tidak ada yang mengaku lebih baik saya ambil alih saja lahan itu, kita lihat aja nanti," tegas Danrem lagi.
Dalam penangkapan pelaku pembakar, kata Danrem, memang tidak mudah karena berbagai macam cara dilakukan pembakar, seperti melemparkan obat nyamuk, rokok, menyiramkan minyak dan langsung membakar dan lantas meninggal lokasi lahan yang sudah terbakar.
"Terkadang memang ada yang tertangkap tangan, dan pembakar yang tidak tampak kita mintai saksi siapa yang melihatnya. Sejauh ini dari informasi aparat hukum sudah ada 20 tersangka yang P21, ini harus kita ekspose jangan ditutup-tutupi," ungkap Danrem.
Sorot BPBD
Terkait kondisi kabut asap itu, anggota Komisi E DPRD Riau, Adrian, mempertanyakan kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, yang dinilainya tidak jelas. Akibatnya, sejauh ini belum tampak ada tindakan konkrit dari instansi tersebut untuk menanggulangi Karhutla di Riau.
"Kinerja Kepala BPBD Riau sangat buruk. Kita minta Plt Gubri mengevaluasinya dan kalau perlu mencopotnya segera mungkin," tegasnya.
Lebih lanjut, Adrian menyorot perihal pengoperasi pesawat pesawat CN 295 untuk proses pembuatan hujan buatan yang sudah ditarik pemerintah pusat. Di satu sisi, ia menilai hal itu memang bukan kesalahan BPBD Riau semata, karena SK Tanggap Darurat Kabut Asap di Riau terlambat diperpanjang. Namun sebenarnya penarikan itu bukan semata-mata pesawat itu digunakan untuk membuat hujan buatan di Jawa yang kini juga dilanda kekeringan. Menurutnya, hal itu menunjukkan instansi berkaitan tidak memiliki program kerja yang jelas.
"SK itu berakhir tanggal 25 Juli lalu, seharusnya BPBD Riau sudah mengurusnya perpanjangan penggunaan pesawat itu sebelum jatuh tempo. Sehingga pesawat itu masih bisa dioperasikan di Riau," tambahnya.
Menurutnya, Riau sudah sangat membutuhkan hujan, khususnya untuk memadamkan titik api. "Kerugian yang dialami masyarakat Riau sudah begitu banyak. Sekolah diliburkan, kesehatan terganggu, aktivitas masyarakat juga. Harus segera bertindak," tandasnya.
20 Kasus P21
Sementara itu, Kabag Dalop Polda Riau, Arsyad, membenarkan bahwa untuk penanganan tersangka pembakar lahan sebanyak 30 tersangka. Dan 20 orang sudah P21 dan sudah di Kejaksaan. Selain tersangka masyarakat pihak kepolisian juga saat ini sedang menangani salah satu perusahaan yang diduga juga melakukan pebakaran.
"Yang 20 tersangka sudah dikejaksaan, satu perusahan PT Langgam Inti Hibrindo masih penyelidikan, belum ditetapkan tersangka," terang Arsyad.
Sementara itu, Kepala BPBD Riau, Edwar Sanger, mengatakan, hingga saat ini tim Satgas Karhutla terus melakukan pemadaman api di seluruh daerah, terutama didaerah Pelalawan yang titik apinya lebih banyak.
Namun pemadaman hanya dilakukan melalui darat. Pasalnya tiga helikopter yang sudah diizinkan beroperasi kembali oleh pemerintah pusat, tidak bisa beroperasi karena kabut asap tebal. Sesuai dengan SOP, jika jarak pandang di bawah 500 meter, maka heli tidak bisa terbang.
"Hari ini (kemarin, red) jarak pandang 500 meter jadi heli tak bisa beroperasi untuk melaksanakan water bombing. Hanya lewat darat kita jalankan, saya langsung turun ke lokasi di daerah Pelalawan, ikut memadamkan lahan yang terbakar," ujar Edwar Sanger.
Sementara itu, untuk hotspot di wilayah Riau pada hari Kamis (3/9), melalui BMKG hotspot di wilayah Riau blank area. Sedangkan untuk Sumatra terpantau 11 hotspot, Provinsi Jambi 8 hotspot dan Bangka Belitung 3.
"Asap tebal ini selain dari wilayah kita juga dari Provinsi tetangga. Tapi hotspot diwilayah Riau blank area," ungkapnya. (dom, nur, rud)