Marjohan Sebut Pengerjaan Perkebunan Sawit Stagnan
PEKANBARU (HR)- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan kebun program Kemiskinan Kebodohan dan Infrastruktur di Dinas Perkebunan Provinsi Riau, kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (26/8).
Adapun agenda persidangan yakni pemeriksaan saksi Marjohan Yusuf yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Kadisbun Provinsi Riau.
Marjohan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neny Lubis dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, menyebut kalau pengerjaan proyek kebun sawit program (K2I) berjalan stagnan. Hampir tiga tahun, bobot fisik proyek baru mencapai 6,65 persen.
"Saya dengar proyeknya stagnan oleh pejabat-pejabat berikutnya," ujar Marjohan di hadapan majelis hakim diketuai Amin Ismanto.
Lebih lanjut, Marjohan Yusuf yang menjabat selaku Plt Kadisbun Riau pada tahun 2007 lalu mengatakan kalau proyek tersebut dibangun sejak tahun 2005 untuk kesejahteraan masyarakat miskin. "Sebenarnya proyek itu bagus, kenapa tidak dijalankan. Kalau ada masalah di-cut saja," lanjut Marjohan.
Dalam persidangan tersebut, Marjohan yang saat itu juga menjabat Asisten III Sekretariat Daerah (Setdaprov) Riau tersebut mengaku pernah turun ke lokasi penanaman sawit di sejumlah kabupaten. Saat itu, penanaman yang dilakukan sudah baik.
"Pekerjaan oleh PT Gerbang Eka Palmina sudah berjalan. Penanaman baik. Hanya saja terjadi musibah kebakaran sekitar 400 hektar, seperti di Dumai dan Sepahat," terang Marhonan.
Menurut Marjohan, setelah kejadian itu dirinya tidak lagi menjabat Plt Kadiisbun Riau dan mundur dari Aparatur Sipil Negara (ASN), April 2008. Saat itu, berdasarkan laporan konsultan PT Bintang Dharma Urip, secara bobot fisik pekerjaan mencapai 6,65 persen. "Dana yang sudah dicairkan Rp29 miliar lebih. Total anggaran proyek Rp217 miliar dari APBD Riau," papar Marjohan.
Saat menjabat, ungkap Marjohan, dirinya mecairkan uang muka Rp14 miliar pada 2007. Pencairan setelah ada pengajuan dari konsultan. Dalam pencairan Down Payment (DP / Uang Muka), tidak ada persyaratan tertuang. Cuma minta laporan fisik dan permohonan pengembang dengan garansi bank," papar Marjohan
Marjohan menilai, pengembang bertanggung jawab untuk memulihkan kebun. Meski begitu, kebakaran yang terjadi tetap tanggung jawab pengembang, jika tidak diajukan keberatan.
Marjohan mengungkapkan, tahu proyek bermasalah dengan hukum dan menjerat mantan Kadisbun Susilo, setelah membaca berita di media massa.
Ketika hakim menanyakan, proyek tersebut ide siapa, Marjohan tak mengungkapkan secara pasti. "Jelasnya, ide (pejabat) sebelum saya. Pastinya, kebun itu keinginan masyarakat untuk terbebas dari kemiskinan," pungkasnya.
Kasus ini menjerat Susilo selaku terdakwa bermula saat Pemerintah Provinsi Riau mengangalokasikan dana sebesar Rp217 miliar untuk pembangunan kebun K2I pada APBD tahun 2006 hingga 2009 lalu. Namun pembangunan kebun itu dinilai tak sesuai harapan sehingga negara mengalami kerugian sebesar Rp26.460.851.236.
Angka tersebut sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus tentang Permasalahan Pembangunan atas Pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Program K2I TA 2006-2010 pada Disbun Riau.
Penyidik menilai, tersangka Susilo bersama tersangka lainnya, yakni Miswar Chandra yang merupakan Direktur PT Gerbang Eka Palmina selaku rekanan proyek, bertanggung jawab dalam kasus itu. Apalagi, Susilo ketika itu menjabat sebagai Kadisbun Riau dan sekaligus pejabat pengguna anggaran. Tersangka ketika itu menandatangani proyek K2I tersebut.
Program kebun Kemiskinan Kebodohan dan Infrastruktur, adalah salah satu program yang bertujuan menyentuh langsung rakyat miskin. Untuk pengembangan dan pembangunan usaha perkebunan K2I, dialokasikan dana sebesar Rp217 miliar untuk kebun sawit seluas 10.200 hektare.
Atas perbuatannya, Susilo disangkakan melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***