Ada Apa dengan Rizal Ramli?
Publik baru saja disuguhi sebuah drama yang melibatkan ring satu Istana Negara. Yakni, perang kritik antara Rizal Ramli dengan Wakil Presiden Jusuf Kala (JK) dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Bahkan Rizal menantang JK untuk melakukan debat terbuka terkait pembangkit listrik 35 ribu megawaat.
Sontak tantangan yang dilontarkan Rizal medapat reaksi keras dari JK. Di Kompleks Parlemen, Selasa (18/08) JK mengatakan,” Tentu sebagai menteri, harus pelajari dulu sebelum berkomentar. Memang tidak masuk akal, tetapi menteri harus banyak akalnya. Kalau kurang akal pasti tidak paham itu memang. Itu kalau mau 50.000 megawatt pun bisa dibuat,”. Menurut JK seharusnya Rizal memahami terlebih dahulu persoalan yang ada sebelum ia menyampaikan kritik dan masalah debat terbuka, cukup memanggil Menko Kemaritimin saja. Terbaru, dalam sidang Kabinet terbatas JK menyemprot Rizal dengan pernyataan keras.
Perseteruan ini, menimbulkan tanda tanya publik. Sebab, hal ini tidak lumrah terjadi antara menteri dengan atasannya yang notabene wakil presiden, apalagi belum sepekan dilantik menjadi menteri. Alhasil, kritik melahirkan beragam praduga dan persepsi publik.
Pertama, sosok Rizal sedang memainkan “catur politik”. Dia ingin menghadang laju gerak pion-pion JK di petak ekonomi. Mengingat selama ini publik mengetahui bahwa sektor ekonomi di bawah dominasi kendali JK dan orang dekatnya Sofyan Djalil sebagai Menko Perekonomian. Alhasil, tantangan dan kritik terbuka Rizal merupakan alarm bagi JK dan orang-orang dekatnya untuk tidak melangkahkan pion-pion ekonomi dengan seenaknya tanpa koordinasi dan kalkulasi yang pasti.
Kedua, watch dog politik Jokowi dalam mengawasi kinerja menteri agar melakukan kebijakan dengan benar dan terukur. Sehingga hasilnya kinerjanya menjadi jelas dan berhasil. Apalagi lambatnya perekonomian ditengarai karena lemahnya kinerja kabinet, khususnya di bidang ekonomi. Artinya, masuknya Rizal dalam kabinet kerja tidak murni menggarap kemaritiman, tapi juga memperkuat bangunan benteng pertahanan tim ekonomi Jokowi.
Ketiga, lemahnya kepemimpinan Jokowi. Publik menilai kisruh kabinet kerja sebagai akibat lemahnya kepemimpinan presiden. Sebagai dirigen orkestra besar yang bernama Indonesia, Jokowi tidak mampu menampilkan harmonisasi bunyi yang merdu. Yang ada, masing-masing pengguna alat musik, melantunkan irama sendiri-sendiri tanpa mengindahkan ajakan dan instruksi dirigen. Sehingga persembahan orkestra tidak bisa didengar dan dirasakan keindahannya oleh rakyat.
Keempat, investasi politik Rizal. Rizal bukanlah tokoh instan yang lahir karena publikasi media. Dia tokoh yang ditempa dalam belantara organisasi dan memiliki banyak pengalaman. Kepakarannya dibidang ekonomi semakin diperhitungkan seiring langkah politiknya. Publik tentu masih ingat bagaimana sosok Rizal menjadi tokoh penting dalam bursa calon presiden 2009. Sayang, tidak ada parpol yang melirik ketokohannya. Dan kini adalah saat yang tepat untuk menggerakkan pion politiknya guna menggapai petak strategis. Apalagi dalam politik, setiap gerak, langkah, ucapan, apalagi kebijakan adalah senjata politik. Dalam konteks ini, Rizal dilihat sedang menanam investasi politik, guna meraih sukses di 2019.
Sebagai tokoh pergerakan, politisi dan ekonomi yang banyak malang melintang dalam perjalanan republik ini. Apa yang dilakukannya Rizal pantas diapresiasi publik agar pemerintah semakin bercermin diri dalam melahirkan setiap kebijakan. Bukankah kritik terkadang menjadi pil pahit untuk menyembuhkan penyakit?.
Kendatipun demikian, menyampaikan kritik perlu etika dan cara-cara santun, agar daya dobraknya mampu meruntuhkan persoalan. Sebab, bila kritik disampaikan dengan cara-cara konfrontatif apalagi dibungkus motif politik, berpotensi melahirkan konflik, bukan menyembuhkan penyakit. Apalagi, daya tahan dan kekuatan politik yang menyampaikan kritik tidak kuat. Bisa-bisa kekuatan kaki politiknya diamputasi dan lumpuh. Sebagaimana isu yang kencang berhembus, JK siap mengundurkan diri dari posisi wapres, bila Rizal masih dipertahankan di kabinet.
Terlepas apapun yang terjadi antara Rizal dengan JK dan kabinet kerja, publik menantikan kinerja nyata dari kabinet di tengah hantaman badai ekonomi yang melanda Indonesia, terutama menyangkut harga rupiah yang kian hari kian terjunam, bahkan telah menembus level Rp 14.000 per dolar AS.
Semoga apa yang dilakukan Rizal Ramli bukan ada apa-apanya. Tapi murni kritik untuk menyingkap tabir masalah yang melanda Kabinet Kerja dan kebijakan ekonomi para menterinya. Selanjutnya menyusun langkah sepakat dan tepat untuk mengangkat derajat ekonomi bangsa.***
Oleh: Suhardi)Pengamat sosial kemasyarakatan.