Rupiah Makin Terpuruk, Dolar AS Tembus Rp14 Ribu
JAKARTA (HR)-Mata uang Indonesia, rupiah, benar-benar mengalami masa sulit saat ini. Seperti kehilangan otot, rupiah semakin tak berdaya terhadap dolar Amerika Serikat. Bahkan saat ini, nilai tukarnya telah menembus angka Rp14 ribu per dolar AS. Hingga kemarin, rupiah diperdagangkan pada angka Rp14.049 per dolar AS, atau turun sebesar 0,78 persen dibanding hari sebelumnya.
Turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, merupakan yang terburuk sejak krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997 lalu. Meski demikian, pemerintah mengklaim kondisinya tidak segenting pada era tahun 90-an, karena pondasi ekonomi Indonesia saat ini lebih kuat dibanding pada era krisis moneter terjadi.
Reuters mencatat, rupiah sampai saat ini telah anjlok 12,95 persen sejak dibuka pada awal perdagangan tahun ini di level Rp 12.400 per dolar AS. Dari situs resmi Bank Central Asia, US$1 dijual Rp14.150, harga beli yang dipatok, yaitu Rp13.850 per Dolar AS. Kurs tersebut, berlaku untuk transaksi valuta asing (valas) yang dilakukan langsung di konter Kantor BCA.
Sementara itu, transaksi yang menggunakan e-Channel, Dolar AS dijual Rp14.030 dan harga beli dipatok Rp13.970 per dolar AS. Sedangkan, transaksi yang menggunakan Bank Notes, dolar dijual Rp14.120 per dolar dan bank membelinya dengan harga Rp13.820 per dolar.
Tidak hanya di bank swasta, berdasarkan situs resmi Bank Mandiri, Dolar AS yang pada pekan lalu dijual masih sekitar Rp13.900, pada Senin kemarin dibanderol Rp14.082 per dolar AS. Harga beli yang dipatok Mandiri, yaitu Rp13.868 per dolar AS.
Bank Negara Indonesia (BNI) mematok lebih rendah dolar yang dijual, yaitu Rp14.075 per dolar AS. Untuk pembelian dolar, bank tersebut mematoknya lebih tinggi ketimbang Bank Mandiri yaitu di kisaran Rp13.925 per dolar AS.
Meskipun sudah diperdagangkan di level Rp14.000 per dolar AS, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah masih dipatok Rp13.998 per Dolar AS. Angka ini menunjukkan adanya pelemahan dari perdagangan akhir pekan lalu yang dijual Rp13.895 per dolar AS.
Perkembangan rupiah yang tidak menguntungkan itu, juga mendapat perhatian serius Presiden Joko Widodo. Pada Senin (24/8) kemarin, Presiden Jokowi dan Wapres JK mengadakan pertemuan di Istana Bogor dengan sejumlah menteri. Di antaranya Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) Sofyan Djalil, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung kumpul.
Ikut hadir dalam pertemuan itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad. Selain itu, beberapa petinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga terlihat di ruangan rapat, seperti Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan Dirut PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Arif Wibowo.
Tak hanya BUMN, perusahaan swasta dan pengusaha nasional juga ikut hadir dalam rapat terbatas tersebut. Beberapa yang sudah terlihat adalah Presiden Direktur (Presdir) PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, Direktur PT Indofood Tbk Franciscus Welirang, dan Presdir PT Vale Tbk (INCO) Chris Kanter, dan Pemilik MNC Group Hary Tanoesoedibjo.
Pondasi Lebih Baik
Meski nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS mengalami penurunan, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menilai, kondisi sekarang tidaklah seburuk yang terjadi ketika pada 1998 dan 2008. Beberapa faktor fundamental ekonomi sekarang masih cukup baik.
"Kita lihat adalah inflasi. Di 1997-1998 bisa meningkat 60 persen. Tahun 2008-2009 tinggi. Sekarang inflasi mengarah ke 4 persen artinya di bawah 4,5 persen. Artinya secara umum kondisi fundamental kita lebih baik," ungkap Agus, usai rapat dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Senin kemarin.
Kemudian dari sisi cadangan devisa (cadev), Agus menyebutkan per akhir Juli 2015 cadangan devisa mencapai US$ 107 miliar atau setara dengan 7 bulan impor. Sehingga meskipun ada pelemahan nilai tukar, volatilitasnya masih dapat terjaga. "Kita bisa lihat, cadev kita jauh lebih tinggi. volatilitas nilai tukar lebih terkendali," ujarnya.
Menurut Agus saat ini yang penting sekarang adalah menjaga persepsi masyarakat, khususnya investor. Ini mampu untuk mendorong arus modal tidak mengalir keluar dari Indonesia terlalu deras.
"Kita hanya musti menjaga agar jangan ada pesimisme, sentimen, oleh karena itu pertemuan seperti ini mengundang dunia suaha bertemu Presiden dan Wapres, menteri kami diundang, OJK diundang, ini merupakan koordinasi yang baik," katanya.
Agus membantah koordinasi seperti ini dianggap pertanda adanya kepanikan. Menurutnya dengan berkoordinasi bisa menciptakan harmonisasi kebijakan antara masing-masing pihak antara pemerintah dan dunia usaha.
"Nggak (panik), justru ini kita melihat semuanya dilakukan koordinasi dengan baik. Justru pemerintah yang tidak melakukan koordinasi itu yang tidak menyikapi dengan baik," tukasnya.
Terkait kondisi ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon, meminta pihak perbankan di Indonesia untuk berhati-hati. Meski pun sejauh ini kondisi perbankan di Tanah Air dinilai masih dalam kondisi aman.
"Kita lihat ada beberapa bank yang modalnya menyusut, kita komunikasikan hati-hati bagaimana mengatasi kondisi ini. Kami minta pemegang saham untuk bersiap," ujarnya, Senin (24/8) di Kompleks Senayan.
Dia menjelaskan, pihaknya terus memantau kondisi pasar keuangan terkini dan melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap rupiah di level tertentu untuk mengantisipasi adanya tekanan sektor keuangan yang lebih dalam.
"Ya kan sekarang masih aman. Namanya stress test bukan berarti saat krisis baru dibikin, sejak dulu dilakukan. Kalau misalnya nanti tiba-tiba kurs sekian, gimana kondisi bank-nya. Kalau masih jauh berarti mereka nggak begitu worry," katanya.
Kondisi saat ini, kata Nelson, meskipun perbankan masih dalam kondisi aman, namun secara permodalan mulai tergerus. Untuk itu, opsi pembelian kembali (buyback) saham dirasa perlu dilakukan.
Tak Ada Pergerakan
Dari dunia usaha, khususnya pengusaha logistik, tembusnya rupiah ke angka 14.000 per Dolar AS sangat mengkhawatirkan. Sayangnya, pemerintah tak bisa berbuat banyak dengan kondisi tersebut.
"Sepertinya pemerintah tidak mempunyai langkah-langkah taktis dan riil untuk menyelesaikan masalah ini, sehingga ketidakpastian di pasar semakin tinggi dan pemerintah sepertinya pasrah dengan kondisi ini," ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Masita.
Dia menjelaskan, para pengusaha logistik khawatir karena biaya yang berkaitan dengan pelabuhan akan naik. Selain itu, pengusaha juga khawatir bisnis logistik akan sepi yang kemudian berdampak kepada menganggurnya aset logistik.
"Di pelabuhan, biaya bongkar muat masih dalam dollar yang dirupiahkan sehingga sangat memberatkan dan membuat biaya ekspor dan import menjadi tinggi," kata dia.
Tiket Menurun
Dari Pekanbaru, fenomena naiknya Dolar AS juga memberikan imbas terhadap penjualan paket umrah ke Tanah Suci Makkah. Penurunan ini diperkirakan mencapai angka 30 persen, dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Riau, Ibnu Masud, kondisi sangat berdampak terhadap minat masyarakat. Kenaikan dolar tentu berimbas pada ongkos yang dikeluarkan oleh travel sebagai penyelenggara, karena secara otomatis harganya akan bertambah.
"Kita cukup khawatir, karena kondisi yang tidak stabil ini masyarakat jadi berpikir dua kali untuk umrah. Ini menurun hampir 30 persen dibandingkan bulan sebelumnya,"ujar Ibnu.
Oleh sebab itu, diharapkan agar pemerintah bisa segera mengatasi kondisi ini agar tidak terlalu lama. Jika tidak akan banyak travel dan jenis usaha lainnya yang akan gulung tikar,"harap Ibnu.
Di tempat terpisah Direktur Bursa Tiket (Butik) Pekanbaru, Dede Firmansyah menuturkan bahwa melemahnya nilai rupiah masih belum berdampak signifikan terhadap penjualan tiket pesawat. Karena rata-rata pemesan tiket masih berkisar di angka 50-60 tiket yang terjual setiap harinya.
"Penurunan memang ada, tapi belum begitu nampak dan masih normal. Walaupun hampir 30 persen turun, Alhamdulillah masih ada juga yang beli. Seperti tiket ke Jakarta seharga Rp600 ribuan, masih laku,"ujar Dede.
Namun begitu, lanjut Dede, dirinya tetap berupaya untuk melakukan upaya peningkatan. Dengan melakukan penjualan paket tour, kamar hotel, seiring dengan himbauan pemerintah yang menyatakan agar agen, tour dan travel agar bisa melakukan strategi peningkatan daya jual paket yang masuk ke Riau.
"Jadi harus diperbanyak inboundnya dari pada outboundnya. Dengan melakukan promosi keluar Riau, nasional maupun internasional," papar Dede. (bbs, viv, dtc, kom, ara, nie)