30 Persen Anggaran Disdik Riau tak Jalan
PEKANBARU (HR)-Sebanyak 30 persen dari total anggaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Riau pada APBD 2015, dipastikan tidak akan berjalan. Hal itu disebabkan anggaran tersebut berbenturan dengan aturan yang berlaku. Karena dari beberapa kegiatan tersebut, ada yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan ada pula yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Riau, H Kamsol, Jumat (21/8). Dikatakan, total anggaran Disdik Riau dalam APBD murni 2015 sebanyak Rp636,57 miliar. Sedangkan pada APBD Perubahan, diusulkan lagi sebesar Rp190 miliar. Meski termasuk sebagai salah satu satuan kerja (satker) yang memiliki anggaran terbesar, namun total anggaran itu diakui Kamsol tidak mencapai 20 persen dari total APBD Riau yang berjumlah Rp10,7 triliun.
Meski demikian, Kamsol mengatakan pihaknya tidak akan menambah usulan tersebut. "Karena pada pelaksanaannya akan terkendala waktu dan aturan pelaksanaan yang selalu berubah-ubah dari pusat. Sementara usulan tambahan anggaran yang dimasukkan pada APBD Perubahan merupakan kegiatan lama yang sudah direview dan sudah fit menjelang akhir tahun," terangnya.
Sedangkan terkait 30 persen anggaran Disdik Riau yang terkendala itu, Kamsol mengatakan hal itu terdapat pada beberapa kegiatan fisik, seperti pembangunan gedung sekolah di daerah. Begitu juga dengan adanya larangan mencairkan dana hibah dan bantuan sosial (bansos).
Kamsol menyontohkan, setiap tahun Disdik Riau memiliki anggaran bantuan hibah untuk pembangunan sekolah swasta, bantuan yayasan, Pelayanan Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan lain lain. Saat ini, hibah diserahkan kepada pihak ketiga berupa pengadaan barang dan jasa.
Kamsol juga mengakui, pihaknya terkendala dalam penyusunan draf kegiatan. Karena untuk satu kegiatan, bisa menghabiskan waktu hingga dua bulan. "Target kita sampai akhir tahun terealisasi sekitar 70 persen. Sementara sekarang realisasi anggaran kita untuk fisik sudah 23,6 persen dan realisasi keuangan sekitar 10,76 persen. Jadi sampai akhir tahun target ini bisa dicapai karena sekarang perencanaan program kita sudah selesai dan tinggal dilaksanakan lagi," ujar Kamsol.
Diberi Sanksi
Dari Jakarta, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan sanksi bagi pemerintah daerah yang malas menyerap anggaran yang ditransfer pemerintah pusat ke daerah, baik berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), serta Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dikatakannya, langkah ini ditempuh untuk mendorong penyerapan anggaran di pemerintah daerah. Secara garis besar ada dua konsep yang disiapkan, yakni pertama untuk penyerapan DAU/DBH, serta kedua untuk penyerapan DAK. Untuk pemda yang malas menyerap DAU/DBH, sanksi yang diberikan adalah konversi dana tunai menjadi surat utang negara.
Sedangkan, bagi pemda yang malas menyerap DAK, sanksi yang diberikan bisa berupa penghentian sementara atau pemotongan penyaluran DAK tahun anggaran berjalan.
Kriteria pemerintah daerah yang dinilai malas untuk menyerap DAU/DBH terlihat dari posisi kas yang digunakan untuk belanja APBD. Jika terbilang idle, pemda bersangkutan akan dikenai sanksi. “Kriteria dana idle adalah dana yang ditempatkan di bank dalam bentuk giro, deposito dan tabungan jumlahnya melebihi kebutuhan belanja APBD selama 3 bulan,” sambung Bambang
Sementara itu, pemda dikatakan malas menyerap DAK apabila realisasi penyerapan DAK per triwulan belum mencapai 75 persen dan memiliki dana idle yang tidak wajar di bank. Untuk pemda yang kinerjanya seperti ini, maka DAK triwulan berikutnya tidak disalurkan. “Tingkat penyerapan DAK oleh pemda atas DAK yang telah disalurkan ke kas daerah akan diperhitungkan dalam pengalokasian DAK tahun anggaran berikutnya,” kata Bambang.
Rencananya, mekanisme sanksi ini akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan merupakan turunan UU APBN 2016. (nie, kom)