Penyerapan APBD Harus Digesa
PEKANBARU (HR)-Guna menjaga stabilitas perekonomian di Provinsi Riau saat ini, Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman harus menggesa penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Karena perputaran ekonomi di Riau, besar dipengaruhi oleh serapan APBD.
Demikian dikatakan pengamat ekonomi Riau Dr Harry P Panjaitan. Dikatakan Harry, Riau ini memiliki potensi ekonomi yang bagus. Namun karena turunnya harga minyak dunia, sawit harganya anjlok dan melambatnya serapan APBD, menjadi pemicu lambatnya perputaran ekonomi di Riau.
"Saat ini memang kondisi Indonesia sedang tidak bagus. Minyak turun, sawit turun dan serapan anggaran rata-rata di seluruh daerah rendah, karena itu menjadi pemicu melemahnya ekonomi," sebut alumni S3 Universitas Brawijaya, Rabu (19/8).
Jika APBD yang sudah ditetapkan dibelanjakan sesuai target-target yang sudah dibuat oleh masing-masing satuan kerja, maka perekonomian Riau akan berjalan dengan baik.
Bagaimana warga di Riau menyikapi melambungnya harga-harga di pasaran, menurut Harry, pengencangan ikat pinggang sebenarnya sudah dilakukan oleh warga untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Hanya saja bagi yang belum, mungkin perlu membuat skala prioritas untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebelumnya diberitakan Haluan Riau, masih rendahnya serapan APBD Riau 2015, yakni sebesar 22,66 persen, mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Pasalnya, hal itu menempatkan Riau pada posisi keempat daerah yang realisasi APBD-nya rendah.
"Ini membuktikan manajerial birokrasi Pemprov Riau tidak kredibel, tidak mampu melaksanakan mandat rakyat sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah," lontar Triyono Hadi, Peneliti Kebijakan Publik dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Selasa (11/8).
Diterangkan Triyono, Pemprov Riau mendapatkan pendanaan dari berbagai macam unsur, baik dari sumber daya alam (SDA), pajak yang dibayarkan masyarakat dan yang lainnya. Untuk tahun 2015 ini, direncanakan mencapai Rp7,9 triliun.
Sementara terkait, alasan yang menyebut faktor kehati-hatian akibat tingginya pengawasan, turut menyumbang lambatnya pergerakan realisasi anggaran di seluruh satuan kerja di lingkungan Pemprov Riau, ini juga disorot Fitra Riau.
Triyono menilai, alasan itu tidak tepat. Karena instrumen pengelolaan keuangan daerah sudah jelas.
Capai Rp1,8 T
Terpisah, Kepala Biro Administrasi Pembangunan dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik Riau Indra SE mengatakan, terhitung hingga minggu pertama Agustus, kegiatan yang telah dilelang melalui LPSE Riau mencapai 357 paket proyek dengan nilai proyek mencapai Rp1,8 triliun.
Dari jumlah paket yang masuk, yang dalam proses pengerjaan namun dokumen sudah masuk ke LPSE (verifikasi) berjumlah 158 paket dengan total pagu sebesar Rp221 miliar. Sementara yang dalam proses pengumuman berjumlah sebanyak 51 paket.
"Dengan pagu tersebut, artinya pelaksanaan kegiatan disetiap SKPD sudah berjalan. Walaupun sedikit lambat, tapi dalam waktu dekat diharapkan akan ada pergerakan lagi," ujar Indra.
Dijelaskannya, bahwa dari 357 paket tersebut secara keseluruhan sudah selesai. Dengan rincian pengadaan barang sebanyak 104 paket, jasa konsultasi sebanyak 74 paket, konstruksi sebanyak 128 paket dan jasa lainnya sebanyak 51 paket. Sementara itu, yang masih dalam status verifikasi dokumen 124 paket.
Indra juga menambahkan, rendahnya capaian APBD 2015 disebabkan beberapa kendala. Di antaranya ada kegiatan yang tidak masuk kewenangan Pemprov Riau, adanya kegiatan fisik yang sejalan dengan kegiatan perencanaan.
Selain itu ada pula kegiatan fisik yang dijalankan tanpa ada perencanaan. Akibatnya, banyak satker yang tidak bisa melaksanakan kegiatan yang bukan menjadi kewenangannya.***