Polda Riau Tetapkan 24 Tersangka Karhutla
PEKANBARU (HR)-Sejak Januari 2015, Kepolisian Daerah Riau telah menetapkan 24 tersangka dalam kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan. Semua tersangka berasal dari kalangan masyarakat. Sedangkan dari pihak perusahaan belum tersentuh.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau hampir seluruhnya adalah perbuatan yang disengaja. Pembakaran banyak dikarenakan alasan penghematan ekonomi.
"Sejak awal tahun, sudah ditetapkan 24 tersebut karhutla dari 23 Laporan Polisi (LP). Dengan total lahan terbakar seluas 22,05 hektare," ungkap Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo, Rabu (29/7).
Dirincikan Guntur, Polres Pelalawan menangani enam tersangka dari lima LP. Di mana dua di antaranya dalam proses penyidikan dan tiga lainnya sudah dinyatakan lengkap atau P21. Sementara itu, Polres Siak menangani empat tersangka dari empat LP. Semuanya sudah dinyatakan lengkap.
"Berikutnya, Polres Bengkalis dan Rokan Hilir. Keduanya masing-masing menangani tiga tersangka dari tiga LP. Dua diantaranya masih dalam proses penyidikan dan satu sudah P21," terang Guntur.
Polres Indragiri Hilir, sebut Guntur, menangani 3 tersangka dari 3 LP, semuanya sudah dinyatakan lengkap. Sedangkan Polres Indragiri Hulu menangani 2 tersangka dari 2 LP yang sudah dinyatakan lengkap.
"Polres Dumai menangani dua tersangka dari dua LP yang masih penyidikan. Terakhir, Polres Kepulauan Meranti mengani satu tersangka dari satu LP yang masih dalam tahap penyidikan," terang Guntur.
Jika ditotal, lanjut Guntur, hingga saat ini Polda Riau dan jajaran telah menetapkan 24 tersangka dari 23 LP. Lima di antaranya masih proses penyidikan dan 14 LP sudah lengkap. "Yang sudah lengkap, menunggu proses penuntutan yang akan dilakukan pihak kejaksaan," tukas Guntur.
Menurut Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, berdasarkan temuan Polda Riau dan Bareskrim Polri, BNPB menyebutkan kebakaran hutan dan lahan terjadi akibat adanya pembakaran lahan pribadi dengan alasan ekonomi dan tidak dikontrol.
"Biaya pembukaan lahan dengan cara dibakar hanya membutuhkan Rp600-800 ribu per hektare, sedangkan tanpa membakar butuh Rp3,4 juta per hektare untuk membuka lahan," ungkap Sutopo.
Tak hanya itu, modal yang harus dikeluarkan pemilik lahan untuk membayar orang membakar lahan pun tak seberapa mahal. "Mereka hanya harus mengeluarkan Rp500-700 ribu untuk membakar lahan dengan rata-rata seluas 10 hektare," ujarnya.
Sutopo mengatakan, semua modal yang dikeluarkan para pemilik lahan untuk membakar lahan itu tidak sebanding dengan kerugian yang disebabkan karenanya. Kerugian yang disebabkan karena kebakaran hutan pada Februari-April 2014 di Riau saja mencapai Rp 20 triliun.
"Kalau begitu, uang yang Rp20 triliun bisa digunakan untuk membayar orang supaya tidak membakar lahan saja ya," candanya.
Motif lainnya yang ditemukan dalam kasus pembakaran lahan, yaitu pembakaran lahan biasanya dilakukan oleh kelompok yang terorganisir. Mereka bergabung dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru yang mudah dan murah. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan konflik antara penguasa dan pemerintah.
Motif lainnya, Karhutla karena ada hubungannya dengan pembalakan liar dan pembukaan lahan untuk pemukiman liar. "Biasanya pelakunya datang dari Sumatera Utara bukan Riau karena lahan di Sumut mahal," ungkapnya. (dod, rtc)