Dinilai Jalan di Tempat
PEKANBARU (HR)-Proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan buku untuk perpustakaan desa di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Riau terkesan jalan di tempat. Bahkan, hingga kini tidak diketahui perkembangan berarti dalam kasus yang diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp6 miliar tersebut.Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Pekanbaru Abdul Farid membantahnya.
"Masih penyelidikan. Seperti kemarin juga," ujar Abdul Farid, Senin (27/7).
Saat ini, sebut Abdul Farid, pihaknya fokus menangani perkara lainnya yang sudah masuk ke tahap penyidikan.
"Kejari Pekanbaru masih prioritaskan kasus Popnas. Karena di perkara tersebut kami telah menetapkan tersangka," lanjut Farid.
Saat ditanya agenda ke depan dalam penanganan kasus ini, Abdul Farid belum bisa merincikan. Begitu juga terkait jadwal pemanggilan mantan BPAD Riau Rizka Utama.
"Kemarin kan sakit. Kita akan jadwalkan kembali. Keterangan dia sangat diperlukan," pungkas Abdul Farid.
Dalam kasus ini, penyelidik Kejari Pekanbaru mengklaim tengah merampungkan laporan hasil penyelidikan. Kejari Pekanbaru juga merencanakan untuk melakukan ekspos dengan dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau. Namun, hingga kini tidak diketahui apakah hal tersebut sudah dilakukan atau belum.
Dalam proses penyelidikan kasus ini, Penyelidik Pidsus Kejari Pekanbaru telah melakukan klarifikasi terhadap sejumlah pihak baik dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Tifa Ria, Panitia Seleksi Buku, Panitia Lelang, Panitia Pengadaan, Penerima Barang, maupun beberapa staf di BPAD Riau.
Selain itu, beberapa distributor buku turut dimintai keterangan. Sementara, Kepala BPAD Riau saat itu Riska Utama, belum juga diklarifikasi, dengan alasan kesehatan.
Kasus ini berawal dari adanya laporan dugaan penyimpangan pengadaan buku untuk perpustakaan desa di BPAD Riau. Proyek ini menggunakan APBD Murni Riau Tahun 2012 lalu. Kuat dugaan, proyek pengadaan buku ini tidak sesuai dengan spesifikasi dan kontraknya. Dugaan sementara, kerugian negara mencapai Rp6 miliar.***