Suntoro Akhirnya Dijebloskan ke Rutan Siak
PEKANBARU (HR)-Mantan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Siak, Suntoro, akhirnya dijebloskan ke Rumah Tahanan Siak. Suntoro yang tersangkut kasus korupsi pengadaan lahan untuk Balai Latihan Kerja Kabupaten Siak, sebelumnya berstatus tahanan kota.
Saat dikonfirmasi, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siak Sri Indrapura Zainul Arifin melalui Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Siak Sri Indrapura M Emri Kurniawan, membenarkan hal tersebut.
"Yang bersangkutan Suntoro sudah kita eksekusi ke Rumah Tahanan Siak, Jumat (24/7) kemarin sekitar pukul 10.00 WIB," ujar Emri saat dihubungi Haluan Riau melalui sambungan telepon, Minggu (26/7).
Eksekusi tersebut, lanjut Emri, dilakukan setelah pihaknya menerima putusan lengkap dari Mah kamah Agung terkait vonis Suntoro.
"Kita juga telah menyurati yang bersangkutan untuk datang ke Kejari Siak Sri Indrapura. Dia kooperatif dengan datang sendiri ke Kejari Siak Sri Indrapura dan akhirnya kita eksekusi," pungkas Emri.
Untuk diketahui, upaya Suntoro lolos dari jeratan hukum terkait kasus korupsi pengadaan lahan untuk BLK Kabupaten Siak dimentahkan Mahkamah Agung. Bahkan, Suntoro mendapatkan hukuman 4 tahun. Sebelumnya dirinya hanya divonis 16 bulan oleh Pengadilan tingkat pertama dan kedua.
Suntoro didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Siak bersama Juarman, mantan Camat Mempura.
Perbuatan Suntoro ini terjadi pada tahun 2006 lalu. Berawal, pada kegiatan pengadaan lahan untuk BLK di Desa Paluh, Kecamatan Mempura.
Dimana Suntoro bersama Juarman terpidana 1 tahun 4 bulan meminta para pemilik tanah menandatangani kwitansi ganti rugi lahan seharga Rp45.000 per meter. Bersama Juarman, dirinya melaporkan kepada Setdakab Siak Adli Malik (alm), bahwa pembebasan lahan untuk pembangunan Gedung Workshop (BLK) telah tuntas.
Realisasinya, perjanjian ganti rugi yang ditetapkan pihak Pemkab Siak kepada pemilik tanah melebihi harga kwintasi yang dibuat Suntoro dan Juarman, sehingga terjadi mark up harga kepada pemilik lahan. Atas perbuatannya, negara dirugikan sebesar Rp302.700.000.***