Polda Riau Diminta Percepat Penyidikan
PEKANBARU (HR)-Polda Riau diminta mempercepat penanganan kasus dugaan penganiayaan terhadap Nur Asmi, warga Kabupaten Kampar, yang turut melibatkan istri Bupati Kampar, Eva Yuliana. Hal tersebut dinilai penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap pihak-pihak yang terkait dalam perkara ini.
Demikian diungkapkan anggota Komisi A DPRD Riau, Kordias Pasaribu, Minggu (12/7). Dalam kasus ini, kata Kordias, jika memang sudah ada perintah pengadilan untuk melanjutkan proses penyidikan, tidak ada alasan Polda Riau untuk menunda penyelesaian kasus ini.
"Tidak alasan Polda Riau untuk menunda. Saya yakin Polda Riau pasti punya perhatian juga terhadap putusan yang dikeluarkan pengadilan," ujarnya.
Untuk itu, Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Riau meminta agar proses hukum tersebut dipercepat dan menjadi salah satu prioritas Polda Riau. "Agar orang yang bersangkutan dan dirugikan dalam permasalah ini, bisa mendapat kepastian hukum yang jelas," lanjut Kordias.
Menurut Kordias Pasaribu, setiap orang dalam kacamata hukum itu adalah sama. Setiap warga negara berharap dapat memperoleh keadilan. "Terlepas dia kecil atau orang besar, tetap harus ditanggapi. Jangan timbul kesan, mentang-mentang istri Bupati seolah-olah polisi berpihak. Jangan timbul kesan seperti itu," terang Kordias Pasaribu.
Jika polisi mengulur dan tidak tanggap dalam putusan pengadilan sebagaimana tertuang dalam putusan praperadilan, nanti akan berkembang opini di tengah-tengah masyarakat. "Tentunya hal tersebut tidak baik pada kinerja Kepolisian. Meski belum juga tentu polisi berpihak," tukas Kordias.
Terpisah, Pakar Hukum Pidana, Dr Erdianto Effendi SH M Hum, menyatakan dalam penetapan seorang tersangka dalam suatu tindak pidana, penyidik cukup memiliki minimal dua alat bukti. Dalam kasus ini, sebutnya, hal tersebut sudah ada, ditambah dengan keterangan saksi dan bukti petunjuk berupa bukti surat.
"Jika sudah ada, itu sudah bisa sebetulnya untuk diteruskan. Itu tergantung goodwill polisi. Tidak mesti mentang-mentang ada orang kuat. Secara normatif hukum harus ditegakkan terhadap siapa pun. Semua orang sama kedudukannya dalam hukum," ujar Erdianto.
Lebih lanjut, Dosen Hukum Pidana Universitas Riau tersebut menyatakan jika penyidik dalam penanganan perkara mengalami kekurangan bukti, penyidik mesti berupaya melengkapinya. Untuk melanjutkannya, sebut Erdianto, penyidik juga bisa menggunakan keterangan saksi ahli. "Dalam perkara ini kan bisa dibuktikan. Ditambah dengan saksi korban, kekuatan saksi dan keterangan lainnya. Penyidik tidak mesti ragu lagi. Tinggal melanjutkan dan meneruskan ke kejaksaan," tukas Erdianto.
Erdianto kembali menegaskan dalam pengungkapan perkara ini, tinggal menunggu keberanian dan ketegasan penyidik. "Kalau ada kemauan dari penyidik keterangan saksi kan bisa dicari. Tidak susah itu sebenarnya. Untuk penyidikan, kan sudah ada anggarannya. Kalau kurang, itu nanti ada kebijakan pimpinan," pungkas Erdianto menegaskan.
Dalam kasus ini terkesan jalan di tempat. Pasalnya, lebih setengah tahun pasca dikabulkannya putusan pra peradilan yang diajukan Nur Asmi, tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Sulitnya melacak keberadaan Jamal yang tidak lain merupakan mantan suami Nur Asmi, menjadi alasan penyidik. Menurut penyidik, keterangan Jamal sangat diperlukan untuk melengkapi berkas perkara, karena Jamal merupakan saksi mahkota dalam perkara ini. (dod)