43 Kasus Balita Gizi Buruk di Riau
Pekanbaru (HR)- Dinas Kesehatan Provinsi Riau menemukan 43 kasus balita gizi buruk periode Januari-Juni 2015, penderita tersebar pada delapan kabupaten.
"Blita di Riau mengalami gizi buruk akibat penyertaan penyakit bawaan lahir, seperti jantung, cacat lahir otomatis karena sakit, tertular virus HIV, tertular TBC dari orang tuanya, anak menderita cacingan serta prilaku orang tua yang tidak memahami asupan gizi yang baik bagi anaknya," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Andra Sjafril, Kamis (9/7) lalu.
Menurut Andra yang didampingi Kepala Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Erison, kasus gizi buruk juga akibat prilaku orang tua yang tidak memahami asupan gizi yang baik bagi anaknya, serta anak yang mengalami cacingan karena orang tua anak berasal dari keluarga tidak mampu.
Ia mengatakan penyebab lainnya kasus gizi buruk di Riau adalah sanitasi yang jelek serta rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat terhadap pemberian asupan gizi yang baik bagi balita mereka.
"Namun mirisnya, banyak keluarga yang membawa balita mereka yang sakit ditangani oleh dukun kampung, dan ketika sakit balita sudah parah maka baru dibawa ke rumah sakit karena orang tua mereka sibuk bekerja di kebun," katanya.
Padahal pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota memiliki anggaran untuk menangani kasus gizi buruk ini. Jika petugas kesehatan mendapatkan informasi terkait kasus gizi buruk itu, maka dinas kesehatan menyelesaikan kasus ini dimulai dengan memberikan penyuluhan dan pengobatan serta pemberian makanan tambahan.
Ia menyebutkan temuan kasus gizi buruk sepanjang tahun 2014 tercatat hanya 23 kasus, atau meningkat cukup besar dibandingkan periode Januari-Juni 2015 sebanyak 43 kasus itu.
Peningkatan jumlah temuan kasus gizi buruk itu, katanya lagi, lebih akibat Dinas Kesehatan Provinsi Riau sering meminta bantuan masyarakat agar segera melaporkan kasus tersebut disamping petugas kesehatan juga langsung turun lapangan.
Ke 43 kasus balita gizi buruk itu tersebar di Kota Pekanbaru sebanyak enam kasus, Kabupaten Inderagiri Hulu sebanyak 10 kasus, Kabupaten Palalawan sebanyak tujuh kasus, Kabupaten Inderagiri Hilir sebanyak 11 kasus, Kabupaten Rokan Hulu sebanyak tiga kasus, Kabupaten Rokan Hilir sebanyak dua kasus, Kabupaten Siak dua kasus, dan Kabupaten Bengkalis sebanyak dua kasus.
Kasus ini, katanya, bagai fenomena gunung es, yang terlapor lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan yang belum dilaporkan oleh orang tua mereka.
Sementara itu, kendala dalam penanganan kasus ini, khususnya bagi masyarakan dari golongan tidak mampu yang tidak memiliki kartu Jamkesda sulit mendapatkan pelayanan yang memadai pada tahap berikutnya.
"Untuk pengobatan tahap awal masih bisa ditangani, namun untuk selanjutnya sulit karena seluruh pembiayaan pelayanan kesehatan harus dilaporkan sesuai aturan jika tidak tentunya akan menjadi temuan bagi badan pemeriksa keuangan, "katanya.
Parahnya, banyak keluarga miskin yang memiliki balita gizi buruk tidak memiliki Kartu Keluarga, bahkan takut dan tidak mengerti cara mengurus KTP sebagai syarat untuk pengurusan mendapatkan kartu Jamkesda itu.
Pada kesempatan itu, Andra Sjafril berharap petugas kesehatan memberikan informasi secara terbuka sebab sekarang masyarakat kritis sehingga informasi tidak bisa ditutup-tutupi lagi, khususnya masalah gizi buruk. Informasi yang benar harus disampaikan kepada masyarakat, juga pelaksanaan dan perkembangan program-program kesehatan lainnya.
Oleh karena itu, surveilans atau pengamatan kejadian penyakit dan status gizi harus terus diolah dan dianalisa, apalagi demi mencapai komitmen global, nasional, dan penyelesaian permasalahan lokal di Riau. (ant/yuk)