Sosialisasi Itu Bernama “Kampanye Liar”
Dugaan untuk kelanjutan tulisan ini ternyata lebih menggelisahkan. Efektif terhitung dua hari saya di Kota Dumai tepatnya tanggal 15 dan 16 Juni 2015. Kehadiran itu untuk menyerahkan berkas tes tertulis calon Panwascam. Masih menyempatkan waktu melihat keadaan Kota Dumai, mengerikan, banyak baliho, spanduk, poster dan lainnya yang memuat tulisan bakal calon, calon walikota (yang lebih dominan, ada juga di pojok-pojok menyebutkan calon wakil walikota), kabar terdengar, ada yang pensiunan, masih menjabat, tokoh masyarakat, turun gunung, ingin bernostalgia dan banyak bahasa lainnya yang termasuk ke dalam pernak pernik jelang pilkada.
Tahun penulisan periode di baliho dan spanduk pun berbeda-beda, ada 2015 2020, ada 2016 – 2021 dan ada juga 2016 -2020. Sampel lain pembuktian untuk menggambarkan ketidakteraturan menghadapi Pilkada di Dumai ini dengan membeli satu harian media cetak lokal, kabarnya terbesar di Dumai tertanggal 15 Juni dan secara tak sengaja saya jumpai dan beli di warung kecil tertanggal 13 Juni 2015.
Mengagetkan karena foto wajah tiga orang yang mengatasnamakan balon/calon walikota Dumai terpampang menyerupai iklan, yang pasti berujung kampanye, persis menyerupai suasana Pileg saja.
Semua jadi membingungkan seolah-olah Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Dumai ini serba tidak jelas, masyarakat bertanya: bagaimana aturannya, sudah boleh apa belum, bagaimana caranya, kok belum diberitahu, siapa yang bertanggungjawab untuk menyampaikan aturan itu?
Merangkai kembali tulisan saya di rubrik Gagasan di harian Haluan Riau yang terbit hari Selasa tanggal 9 Juni 2015 halaman 4 dengan judul: Sosialisasi “Jangan”, Kampanye “Tunggu”. Melihat fenomena itu bukanlah sesuatu yang bisa diterima nalar sehat dan keadaan itu jelas bertentangan dengan PKPU Nomor 2 Tahun 2015 dan PKPU Nomor 7 Tahun 2015 dan menjadi penting bila penyelenggara pemilihan yaitu KPU bertanggung jawab langsung sebagai pelaksana sosialisasi itu di daerahnya masing-masing.
Sukses tidaknya penyelenggaraan pilkada juga dipengaruhi oleh sosialisasi yang dilaksanakan apakah berjalan maksimal dan efektif atau tidak. Sosialisasi juga bertujuan membangun komunikasi dua arah yang jauh lebih tepat sasaran agar terhindar dari buta informasi dan salah mengartikan aturan yang ada sehingga potensi pelanggaran non perencanaan dapat dihentikan di depan/hulu. Penyelenggara dan setiap orang harus membaca dan memahami maksud Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati dan/atau walikota dan wakil walikota. Disebut setiap orang karena setiap peraturan dari turunan Undang-undang setelah diundangkan maka setiap orang diwajibkan dan dianggap telah mengetahuinya. Peraturan ini mengatur sasaran sosialisasi dalam pemilihan Bupati/Wakil dan Walikota/Wakil dengan penerapan banyak objek sasaran atau komponen perwakilan dari tujuan sampainya target dari sosialisasi itu sendiri.
Komponen sasaran sosialisasi bisa dari masyarakat umum, pemilih pemula, tokoh masyarakat, kelompok media massa, partai politik, pengawas, pemantau, ormas, organisasi agama, kelompok adat, instansi pemerintah, partai politik dan pemilih kebutuhan khusus. Apakah KPU-nya yang belum atau tidak mampu untuk menjalankan tugas melakukan sosialisasi atau ada dugaan lain. Mengingat di masa Pileg 2014 pembersihan alat peraga kampanye dan bahan kampanye di luar jadwal mendapat sambutan baik dari masyarakat walaupun mendapat penolakan dari caleg yang bersangkutan.
Dengan adanya Peraturan KPU Nomor 5 dan 7 Tahun 2015 seharusnya tidak ada lagi penyebutan dan kegiatan kampanye “kampanye di luar jadwal”. Semua telah diatur dan terjadwal dalam tahapan dan program, pencalonan, kampanye dan sosialisasi. Keempat peraturan KPU untuk pilkada itu harus dipahami bersama-sama. Jika masih juga terpasang maka semuanya harus sudah dicabut, dimusnahkan dengan sepengetahuan KPU di daerah. Alat peraga kampanye dan bahan kampanye yang sah adalah yang diadakan dan diperbanyak sesuai aturan oleh KPU daerah dan berdasarkan anggaran yang ada di KPU tersebut. Jika ada pihak-pihak yang berusaha mencetak dan memperbanyak menurut keinginan dan versinya sendiri-sendiri maka itu melanggar aturan yang ada. Bahan kampanye yang dibolehkan sesuai PKPU Nomor 7 Tahun 2015 pasal 26 dibuat dan dicetak oleh pasangan calon dan/atau tim kampanye adalah: kaos, topi, mug, kalender, kartu nama, pin, ballpoint, payung dan atau stiker, diatur lebih lanjut tentang konversi nilai serta ketentuan tempat pelarangan pemasangan stiker.
Untuk penertiban alat peraga dan bahan kampanye yang diadakan oleh orang-orang yang mengatasnamakan pasangan calon dan/atau tim kampanye pada proses awal dan proses penertiban akhir sudah pasti akan melibatkan Satpol PP. Disadari atau tidak masih ada kekhawatiran pimpinan Satpol PP mendapat teguran dari Kepala daerah yang berhubungan dengan kepentingannya atau dengan alasan tidak ada anggaran operasional, yang pasti ada ketakutan kalau sudah berhadapan dengan kepentingan politik. Penerapan dan penegakan aturan tidak bisa dilepaskan dengan sosialisasi. Pasca sosialisasi akan semakin memudahkan berjalan kegiatan lainnya. Sosialisasi dilaksanakan bukan hanya sebatas menjalankan program dan sekadar lepas jawab bila ada pertanyaan, namun lebih dari itu bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman seputar aturan dalam pilkada. Kegiatan ini akan berhadapan dengan reaksi komponen yang sangat beragam dan memiliki sudut pandang yang berbeda namun itu merupakan sebagai tujuan final sosialisasi KPU untuk memberi penjelasan dan memperkenalkan aturan terkait.
Ada ketakutan yang tak terbahasakan bagi KPU di daerah jika berhubungan dengan tarik menarik politik saat melakukan sosialisasi. Dikembalikan kepada kemauan KPU daerah dengan segala kesiapan SDM-nya untuk mengemas sosialisasi agar salah satu tujuan awal untuk praktik pemasangan alat peraga dan bahan kampanye selain yang dikelola KPU itu dilarang dan tidak dipasang lagi dan harus dicabut dengan kesadaran masing-masing Tim dan dieksekusi oleh Satpol PP.***
Ketua Bawaslu Provinsi Riau.(Oleh: Edy Syarifuddin)