Warga Minta Referendum
KUNTODARUSSALAM (HR)- Konflik tapal batas di lima desa yakni Intan Jaya, Muara Intan, Tanah Datar, Rimba Jaya dan Rimba Makmur membuat warga setempat merasa jenuh. Agar lebih jelas warga meminta kepada Pemerintah hendaknya melaksanakan referendum atau jajak pendapat.
Hal itu disampaikan, Hery Subagiyo, salah seorang tokoh masyarakat Desa Tanah Datar, Kamis (4/6). Menurutnya ketidakjelasan status lima desa tersebut membuat status masyarakat saat ini ada yang mengantongi dua tanda pengenal kependudukan (KTP. “Agar masalah lima desa ini jelas, kami minta referendum ataupun jajak pendapat,” harapnya.
Sepengetahuan Hery Subagiyo, awal konflik tapal batas di lima desa tersebut berawal dari Surat Keputusan (SK) Gubernur Riau, Rusli Zainal pada tahun 2005 lalu, yang menyatakan lima desa yang sebelumnya berada di bawah naungan Kabupaten Rohul masuk ke Kabupaten Kampar. Selanjutnya pada tahun 2007 SK Gubernur tersebut dibantah oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) RI yang menyatakan lima desa harus kembali masuk ke Kabupaten Rohul.
Pada saat itu, kata Hery, masyarakat di lima desa sudah merasa senang karena keputusan MA tersebut yang menyatakan lima desa masuk kembali ke Kabupaten Rohul. Namun oleh sekelompok orang masyarakat yang tidak senang atas putusan MA tersebut bersama Pemkab Kampar, berupaya menggugat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta pada tahun 2009.
“Namun dalam PTUN Pemkab Kampar menang. Sejak saat itu kekacauan antar masyarakat mulai terjadi. Sementara masyarakat lima desa sangat menginkan lima desa masuk wilayah Rohul. Oleh Pemkab kembali menggugat melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada tahun 2010. Hasilnya, sesuai keputusan Mendagri pada tahun 2010 lima desa masuk lagi ke Rohul,” terang Hery Subagiyo.
Atas ketidakjelasan tersebut. tambah Hery Subagiyo, warga meminta kepada Bupati Kampar dan Rohul disaksikan Gubernur Riau dan DPRD Provinsi Riau, duduk bersama membahas Reperendum ini. Hal ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah tapal batas lima desa. Menurutnya referendum tersebut dilaksanakan guna mengantisipasi pertikaian antara masyarakat versi Kampar dan versi Rohul.“Selama ini kami menilai masyarakat selalu terjadi perselisihan paham, dan akibatnya menimbulkan keresahaan. Jika diadakan referendum maka hasilnya dapat dipastikan. Jika harus masuk ke Kabupaten Kampar, maka Pemkab Rohul harus legowo menerima keputusannya, begitu juga sebaliknya,” tutup Hery Subagiyo.(gus)