BI: Inflasi Mei di Atas Perkiraan
JAKARTA (HR)- Bank Indonesia menyatakan inflasi IHK Mei 2015 tercatat sebesar 0,50 persen (m-t-m) atau 7,15 persen (y-o-y) berada di atas perkiraan Bank Indonesia dan di atas rerata inflasi historis pada bulan Mei dalam enam tahun terakhir.
Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacobs mengatakan inflasi pada Mei lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,36 persen (m-t-m) atau 6,79 persen (y-o-y) yang disebabkan oleh peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food).
Peningkatan inflasi volatile food terutama terjadi pada komoditas aneka cabai, daging dan telur ayam ras, bawang merah, dan bawang putih.
"Tekanan harga pada komoditas tersebut lebih tinggi dari penurunan harga beras yang menyumbang deflasi sebesar 0,04 persen," ujarnya, kemarin.
Selain itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang dikendalikan oleh Pemerintah atau administered prices terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik dan tarif angkutan udara.
Namun, tekanan inflasi inti masih terjaga di level yang cukup rendah yakni sebesar 0,23 persen (m-t-m), sejalan dengan kegiatan perekonomian domestik yang cenderung tumbuh moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali.
Bank Indonesia, lanjutnya, terus mencermati berbagai risiko yang memengaruhi inflasi, khususnya perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar, penyesuaian administered prices, faktor musiman menjelang Ramadan dan Lebaran, serta gejolak harga pangan terkait kemungkinan terjadinya El Nino.
"Dengan perkembangan realisasi inflasi Mei tersebut, kami menilai bahwa target inflasi 2015 sebesar 41 persen masih dapat dicapai," kata Jacob.
Pengendalian inflasi ini diperlukan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID).
Juga termasuk langkah-langkah strategis dalam mengendalikan tekanan harga pangan khususnya menjelang Ramadan dan Lebaran.
Sementara itu, Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (1/6) mengatakan, dari 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) terdapat 81 kota inflasi dan 1 kota terjadi deflasi. Inflasi tertinggi di Palu 2,24 persen.
Sementara, deflasi terjadi di Pangkal Pinang 0,61 persen.
"Kalau kita lihat dari tahun lalu, sebenarnya pada 2008 terjadi inflasi 1,41 persen di Mei. Jadi dalam kurun waktu 10 tahun lalu, bukan tertinggi. Tapi lima tahun memang tertinggi," ujar dia.(bis/okz/ara)