MITI: Pemerintah Harus Merespons Kebijakan Tarif Imbal Balik AS

MITI: Pemerintah Harus Merespons Kebijakan Tarif Imbal Balik AS

RIAUMANDIRI.CO - Peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Budi Heru Santoso menyarankan pemerintah segera merespons kebijakan Amerika Serikat tentang tarif timbal balik (resiprocal tariff) dengan memperketat kebijakan impor.

Pemerintah perlu menyusun langkah antisipatif dalam menghadapi dampak kebijakan tarif timbal balik Trump, yang akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia di AS. Kebijakan ini berpotensi menekan daya saing industri baja dan aluminium Indonesia serta berdampak luas pada ekonomi nasional.

"Meskipun AS bukan pasar utama Inalum, tetapi tarif tambahan akan memperketat akses ekspor Indonesia. Jika Indonesia termasuk dalam daftar negara yang dikenakan tarif 32%, produk baja Indonesia akan kehilangan daya saing di AS," kata Budi, Sabtu (5/3).

Dia menyebutkan China yang terkena tarif tinggi AS (34%) kemungkinan akan mengalihkan ekspornya ke Indonesia, menyebabkan over-supply dan dumping.

"Hal ini dapat menekan harga di pasar domestik dan melemahkan daya saing industri baja dan aluminium dalam negeri," terang Budi.

Peneliti BRIN ini mengingatkan harga baja dan aluminium impor yang lebih murah dapat mengancam industri lokal seperti Krakatau Steel dan Inalum. Jika ekspor menurun dan pasar domestik dibanjiri produk murah, industri nasional berisiko mengurangi produksi dan tenaga kerja.

Ketidakpastian akibat kebijakan ini dapat membuat investor asing menarik investasi mereka dari Indonesia, terutama di sektor industri berbasis ekspor.

"Jika ekspor baja dan aluminium Indonesia tertekan dan defisit perdagangan meningkat, tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap USD bisa semakin besar," jelas Budi.

Ia menyarankan Pemerintah memperketat pengawasan impor baja dan aluminium melalui revisi Permendag 8/2024 untuk mencegah praktik dumping yang bisa merugikan industri nasional.

Diversifikasi pasar ekspor dengan memperluas akses ke Uni Eropa, Timur Tengah, dan ASEAN guna mengurangi ketergantungan pada pasar AS. (*)



Tags Ekonomi

Berita Lainnya