RUU P2MI Untuk Kurangi Jumlah Pekerja Migran Ilegal

RUU P2MI Untuk Kurangi Jumlah Pekerja Migran Ilegal

RIAUMANDIRI.CO - DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU P2MI) sebagai RUU inisiatif DPR.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Badan Legislasi DPR RI Ahmad Irawan menegaskan bahwa salah satu tujuan utama RUU ini adalah mengurangi jumlah pekerja migran ilegal.

“Permasalahan kita terkait PMI adalah banyaknya pekerja migran ilegal yang tidak tercatat, tidak terdokumentasi, atau tidak memenuhi persyaratan, baik terkait visa maupun dokumen lainnya,” ujar Ahmad Irawan dalam rilisnya, Kamis (20/3/2025).

Ia menjelaskan bahwa RUU P2MI akan memberikan kemudahan bagi calon pekerja migran dengan menyederhanakan persyaratan administrasi melalui otoritas tunggal di Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).

RUU ini juga diharapkan dapat menekan kasus penipuan yang kerap menimpa WNI yang berangkat ke luar negeri secara ilegal karena iming-iming gaji besar. Banyak dari mereka justru mengalami eksploitasi, bahkan penyekapan dan penyiksaan oleh pemberi kerja, seperti yang banyak ditemukan di Myanmar, Thailand, dan negara sekitarnya.

“RUU P2MI akan mempermudah persyaratan bagi PMI agar mereka tidak lagi memilih jalur ilegal. Selain itu, pengawasan terhadap perusahaan perekrut PMI juga akan diperketat,” jelas Irawan.

Menurutnya, DPR ingin memastikan bahwa perusahaan penerima pekerja migran di luar negeri memiliki bidang usaha yang jelas. “Jangan sampai mereka berangkat ke sana, ternyata perusahaannya judi online atau malah rekrutmen tenaga perang di Ukraina dan sebagainya. Praktik semacam itu marak terjadi,” paparnya.

Baleg DPR juga mendorong penguatan kerja sama antarnegara, baik melalui skema government to government (G to G) maupun business to business (B to B), terutama setelah pemerintah mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.

“Misalnya untuk PMI ke Arab Saudi, perusahaan penerima harus jelas. Jadi tidak lagi sistem people to people seperti sebelumnya,” tegasnya.

Di sisi lain, Irawan menyoroti persoalan biaya tinggi yang sering membuat calon pekerja migran terjerat rentenir. Biaya persiapan, seperti kursus bahasa dan pelatihan kompetensi, kerap mencapai Rp60 juta hingga Rp80 juta, bahkan ada yang harus menjual tanah atau sawah untuk bisa berangkat.

“Banyak yang gagal berangkat setelah berutang besar. Ini yang harus kita cegah,” ungkap legislator dapil Jawa Timur V itu.

Sebagai solusinya, Fraksi Partai Golkar—salah satu inisiator RUU P2MI—mengusulkan skema bantuan permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi calon PMI. Dengan skema ini, biaya pemberangkatan dapat dicicil setelah mereka mulai bekerja di luar negeri.

“Dengan akses KUR, mereka bisa membayar biaya kursus, pelatihan, paspor, visa, dan lainnya tanpa harus berutang kepada rentenir,” ujarnya.

Ia menegaskan, langkah ini penting untuk mengurangi beban biaya calon PMI sekaligus melindungi mereka dari jeratan utang ilegal. (*)



Berita Lainnya