FITRA Riau Bahas RPJMD: Inklusif dan Berkeadilan

Riaumandiri.co - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Provinsi Riau mengadakan buka bersama membahas RPJMD atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang harus inklusif dan berkeadilan.
Ketua Dewan Pengawas Fitra Riau, Woro Supartinah mengatakan kebijakan pembangunan RPJMD perlu dikawal secara bersama, menurutnya pembangunan tidak ekslusif untuk segelintir orang atau kelompok.
"Artinya pembangunan itu harusnya tidak ekslusif dan tak untuk segelintir pihak kelompok tertentu," kata Woro.
Hendaknya pemerintah harus mengakomodir kelompok difabel maupun isu perempuan dalam perumusan suatu kebijakan.
Woro menambahkan perlunya perempuan dan difabel memberikan warna tersendiri di dalam ritme pemerintahan.
Pasalnya, ketika kaum perempuan dan difabel turut serta dalam perumusan kebijakan maka setidaknya kebutuhannya dapat terpenuhi.
"Kita tidak tau adakah regulasi yang memberikan ruang kepada perempuan dan difabel untuk memberikan warna pada kebijakan dan implementasi kebijakan," ujarnya.
"Saya baru tau ada Perda Nomor 18 tentang perlindungan disabilitas namun apa isinya sejauh ini belum diketahui publik, ini suatu pertanyaan yang perlu kita lihat apakah Perda ini menjamun inklusifitas kelompok difabel," katanya.
Saat ini dirinya memiliki ada tiga catatan kritis, pertama, musyawarah perencanaan pembangunan hendaknya memberikan suatu waktu yang khusus dan dibedakan dengan musrenbang umum.
"Musrenbang itu semua diundang dan berbicara. Ada situasi psikologis perempuan secara budaya tidak mempunyai kepercayaan diri menyampaikan aspirasinya di depan banyak laki laki, menurut saya harus ada musrenbang gender artinya khusus mengundang kelompok rentan, tidak bisa ditempatkan satu ruang yang sama," jelas Woro.
Kemudian, ia menyoroti proses legislasi yang hanya sekedar laporan semata, tak memiliki suatu implementasi konkrit di lapangan. "Ketiga yang sebenarnya perlu kita lihat apakah legislasi itu disosialisasikan atau hanya sebuah laporan pemerintah mengikuti kebijakan ini, implementasi di lapangannya juga, ini pekerjaan yang tidak mudah," katanya.
Deputi Fitra Riau, Taupik mengatakan ada empat isu yang saat ini hendaknya masuk dalam RPJMD tersebut, diantaranya isu pendidikan.
Ia menjelaskan saat ini indeks pendidikan Riau berada di angka 0,087 dan hal tersebut masih sangat rendah.
Persoalan pendidikan sangat beragam, diantaranya kurangnya tenaga pendidik dan fasilitas yang belum memadai.
"Kita melihat mutu pendidikan Riau masih rendah, karena kurangnya tenaga pendidik, ini sebuah tantangan bagi kepala daerah," katanya.
Isu kesehatan juga menjadi sorotan, Taupik mencatatkan masih adanya fasilitas dan tenaga kesehatan yang terkendala, ditambah viralnya jenazah dibawa menggunakan gerobak kayu pada 26 Januari silam di Kepulauan Meranti.
"Selanjutnya memang mutu layanan kesehatan kita masih rendah, akibat rendahnya layanan primer rujukan dan keterbatasan SDM, termasuk jaminan sosial menjadi tantangan," katanya.
Isu lingkungan juga penting dibahas, Fitra Riau mencatat tingginya tingkat abrasi di pesisir dapat mengancam kehidupan masyarakat di sana.
"Isu lingkungan ini sebuah catatan kita mengupas juga tingkat abrasi di Riau memprihatinkan, seperti di Rulat, Bengkalis, tentu ini catatan serius," ujarnya.
Termasuk isu alih fungsi lahan serta kebakaran hutan dan lahan yang selalu menjadi momok bagi masyarakat Riau.
Fitra juga mendorong agar daerah meningkatkan pendapatannya melalui pajak daerah.
"Ini catatan kita pajak daerah perlu didorong misalnya pembayaran kendaraan, bangunan, semakin tahun pasti banyak ruko berkembang, itu harus dipetakan lagi sama Bapenda," ujar Taupik.
Ditambah saat ini efisiensi anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah, namun Fitra menilai Pemda harus cermat menyikapi efisiensi tersebut.
Jangan sampai, belanja mandatory spending terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan justru tidak meningkat.
"Yang kedua mandatory spending kita yang mendukung layanan dasar harusnya 40 persen, ini kondisi 5 tahun terakhir," katanya.