BPBD Riau Prioritaskan Penanganan Karhutla di Tengah Efisiensi Anggaran

BPBD Riau Prioritaskan Penanganan Karhutla di Tengah Efisiensi Anggaran

Riaumandiri.co - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau berkomitmen untuk tetap memprioritaskan penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 


Hal ini disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan BPBD Riau, Jim Ghafur saat menghadiri diskusi lingkungan Paradigma, Rabu (12/3) menjelang berbuka puasa. 



Ditambah, menurut Jim, BPBD memiliki dana siap pakai (DSP) untuk nantinya siap untuk dicairkan untuk penanganan bencana. 


"BPBD ada dana siap pakai, itu karena memang dana itu standby bagi penanggulangan, karena itu tidak dilakukan efisiensi, termasuk di Riau," kata Jim. 


Termasuk nantinya apabila Provinsi Riau membutuhkan penambahan armada helikopter water bombing tentu BPBD siap untuk menyurati pusat agar nantinya dapat diberikan. 


"Kalau saat ini di provinsi itu kita kalau mau adakan helikopter water bombing tentu harus surati pusat terlebih dahulu, baru nantinya dianggarkan," katanya. 


Saat ini, Provinsi Riau masih dilanda banjir, prediksi BPBD bersama BMKG, seharusnya puncak musim kemarau  terjadi pada bulan Februari. 


"Setiap Februari biasanya kita menetapkan status darurat karhutla, tahun ini. masih hujan dan  malah banjir, sehingga mundur," katanya. 


Ia memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi di Bulan Juni ataupun Agustus mendatang. 


Hal ini dikarenakan saat ini Provinsi Riau dilanda fenomena el nino. El nino adalah sebuah fenomena. Kondisi yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah, pemanasan SML atau juga suhu muka laut karena adanya potensi pertumbuhan awan yang berada di Samudera Pasifik tengah serta mengurangi curah hujan. 


Singkatnya fenomena ini merupakan pemicu terjadinya kondisi kekeringan di wilayah Indonesia secara umum atau keseluruhan. Di masa awal kemunculannya, fenomena ini membuat banyak para nelayan beristirahat tak melakukan aktivitas melaut. Karena memang fenomena ini membuat jumlah ikan yang berada di lautan menurun drastis.


"Kita tetap harus antisipasi, bahkan dari Menkopolhukam telah Mengagendakan untuk rapat dengan Provinsi untuk membahas karhutla ini," ujarnya. 


Jim menambahkan saat ini anggaran  yang dipangkas lebih banyak pada perjalanan dinas, ATK, dan biaya cetak yang sekiranya belum terlalu penting dalam penanganan karhutla. 


Direktur Paradigma, Riko Kurniawan mengatakan pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat dalam konteks pembenahan dan penataan dalam hal penanganan bencana. 


"Misalnya bencana ekologis, kebakaran Riau yang paling besar memiliki lahan gambut, saat ini perlindungannya terus mengalami penurunan," kata Riko. 


Ia menambahkan perlunya persiapan anggaran mengenai pengentasan karhutla seperti modifikasi cuaca, penegakan hukum secara maksimal, dan penambahan alat pemadam api. 

Akademisi Ekonomi UNRI, Dahlan Tampubolon menilai pemangkasan anggaran terbesar di pusat adalah BMKG, Basarnas  dan kemudian BNPB. 


Namun di level daerah, ia mengungkapkan pemangkasan ini tidak berpengaruh secara signifikan. "Kecuali tunda bayar harus bayar melalui transfer, berkenaan dengan pelaksanaan APBD tidak banyak berubah," ujarnya. 


Justru di Pemerintah Pusat anggaran yang tak dipotong kata Dahlan, yakni nya instansi pertahanan dan keamanan seperti kepolisian dan TNI. 


Menurutnya penyebab adanya karhutla ini karena adanya perusahaan maupun oknum yang membuka lahan dan terjadilah pengalihan fungsi lahan tersebut. 


"Program ketahanan pangan juga dapat rawan mengakibatkan karhutla, kalau buka lahan misal nya, terjadi peralihan fungsi lahan, nah itu  justru berpotensi disana," katanya.



Berita Lainnya