MITI: Wacana Pengapusan BBM Bersubsidi Hanya Bikin Gaduh

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) menggulirkan wacana pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2027.
Alasannya, subsidi BBM selain dianggap memberatkan keuangan negara, impor BBM yang dari tahun ke tahun semakin naik, dan terus menguras devisa negara.
Sebelumnya saat duduk di Pemerintahan Jokowi, LBP juga pernah mewacanakan gagasan serupa.
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto menilai wacana tersebut kontra produktif karena akan menimbulkan kegaduhan baru di tengah masyarakat.
"Di saat pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 yang belum tuntas betul, sebagian masyarakat menderita menjadi korban PHK akibat lesunya industri, wacana ini justru hanya menambah berat beban masyarakat," kata anggota Komisi Energi DPR RI periode 2019-2024 itu, Senin (24/2).
Belum lagi kata Mulyanto, keluhan sebagian masyarakat akhir-akhir ini sebagai efek dari program efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah.
Menurut Mulyanto, pemerintah semestinya kreatif mencari solusi yang bijaksana, bukan sekedar jalan pintas, dengan melontarkan wacana penghapusan subsidi BBM, yang ujung-ujungnya akan menyusahkan masyarakat.
"Amanat konstitusi sangat jelas bahwa salah satu tugas Pemerintah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Argumen kapasitas kilang BBM kita yang terbatas. Ini kan alasan yang absurd," tegasnya.
Ia menjelaskan sejak orde baru berakhir memang belum ada penambahan kilang BBM baru. Bahkan hampir setiap empat bulanan terjadi kasus kebakaran kilang BBM Pertamina.
Ini karena kilang minyak yang ada sudah berumur tua. Sementara rencana pembangunan kilang minyak baru di Balik Papan dan Tuban, tidak jelas nasibnya.
"Lalu tiba-tiba kita dikejutkan oleh penggantian Dirjen Migas, padahal pejabat tersebut baru seumur jagung, terkait dengan kasus korupsi impor minyak," kata Mulyanto.
Jadi kata Mulyanto, pemerintah harus transparan soal impor BBM tersebut. Jangan-jangan beban fiskal bertambah gara-gara ulah mafia impor itu.
"Pemerintah harus berani menghadapi mafia impor ini. Bukan malah menjadikan masyarakat sebagai korban dengan wacana penghapusan BBM bersubsidi," terangnya.
Kalau kebijakan yang diambil Pemerintah di sektor migas ini malah cenderung merugikan rakyat, maka jangan heran kalau masyarakat mempertanyakan kinerja pemerintah. Apakah benar bersungguh-sungguh untuk menyejahterakan rakyat. (*)