Soroti Defisit Anggaran, FITRA Riau Tawarkan Pengoptimalan PAD dan Pajak Retribusi

Riaumandiri.co - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi Riau menyoroti Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau tahun 2025 mencapai Rp2,21 triliun dan diprediksi akan terus bertambah.
Diketahui Fitra melaporkan Provinsi Riau dan 12 kabupaten/kota juga dihadapkan pada defisit anggaran hingga akhir tahun 2024 terjadi akibat terjadinya tunda bayar Dana Bagi Hasil (DBH) Pemerintah Pusat.
"Selain itu Provinsi Riau dihadapkan defisit anggaran hingga akhir tahun 2024.Defisit anggaran terjadi akibat tunda bayar Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat, masing-masing Provinsi Riau sebesar Rp 315 miliar, Kabupaten Siak Rp 229 miliar, Kota Pekanbaru Rp 300 miliar, Rokan Hulu Rp 125 miliar, Kabupaten Pelalawan Rp 72 miliar, dan Kabupaten Meranti Rp 51,5 miliar, dan daerah lainnya juga mengalami hal yang sama namun tidak ditemukan data yang tersedia secara pasti," ujar Koordinator Fitra Riau, Tarmizi.
DBH Pemerintah Pusat terdiri dari pajak dan sumber daya alam (SDA) sebenarnya tidak bisa secara serta merta melakukan pemotongan pada tunda bayar tersebut, karena hal ini telah diatur dalam Undang-undang HKPD.
"Khususnya dana bagi hasil (DBH) pajak dan sumber daya alam. Sesungguhnya Pemerintah Pusat tidak bisa melakukan pemotongan tunda bayar, sesuai surat penetapan tunda bayar DBH hingga tahun 2023 untuk Pemprov Riau dan 12 Kabupaten/Kota mencapai Rp 1,65 T, angka ini belum termasuk tunda bayar tahun 2024 di atas, dan potensial pada tahun 2025 akan terjadi kembali," ujar Tarmizi.
Fitra Riau juga menyoroti optimalisasi pajak daerah yang kurang maksimal, bahkan pada tahun 2025 ada potensial pajak yang menghilang.
"Kenapa langkah optimalkan PAD? terutama pajak. Karena potensi pajak tahun 2024 itu mencapai Rp 4,5 T, dan di tahun 2025 hanya Rp 3,7 R, ada potensi pajak yang hilang," katanya.
Justru menurut Tarmizi, setiap tahun adanya penambahan subjek pajak, sehingga proyeksi anggaran kedepannya akan bertambah.
Kedepannya, ia menyarankan agar Gubernur Riau yang baru dapat menggali sumber pajak baru dan optimalkan pemungutan pajak selama ini, karena hanya 75 persen.
Fitra Riau memberikan rekomendasi langkah strategis yang harus diambil oleh Gubernur Riau, Abdul Wahid.
Langkah tersebut ialah optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD), Provinsi Riau sesungguhnya memiliki tingkat kemandirian keuangan daerah yang relatif baik.
PAD tersebut terdiri dari pajak, retribusi, dan pendapatan lainnya yang sah tahun 2025 mencapai 54 persen atau Rp 5,18 T.
Berbeda dengan kondisi keuangan daerah Kabupaten/Kota tingkat ketergantungan dari dana transfer (DBH, DAU, DAK, Insentif), ketergantungan keuangan dari dana transfer cukup tinggi.
Secara keseluruhan, daerah rerata mencapai 84 persen dari total pendapatan daerah, sedangkan yang bersumber dari PAD sangat kecil, bahkan di bawah angka 20 persen dari total pendapatan.
Fitra menyebut juga pajak daerah merupakan potensi terbesar menopang pendapatan daerah.
Pemda perlu tegas terhadap wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak untuk meningkatkan pembangunan di Riau.
Sesuai Inpres No 1 tahun 2025 terkait efisiensi anggaran pusat dan daerah, yang diturunkan dalam KMK, Pemprov Riau perlu melakukan penyesuaian yang bersumber dari Dana Transfer Pusat.
Potensial berkurangnya DBH, maka Fitra merekomendasikan Pemda harus menyesuaikan kembali besaran pendapatan dan belanja daerah, yang bersumber dari dana transfer.
Dengan terjadinya pemotongan dana transfer itu, Fitra Riau melihat tidak terjadi masalah besar bagi Pemprov Riau, karena secara kemandirian sudah cukup tinggi, namun perlu peningkatan optimalisasi pajak daerah.
Fitra juga menginstruksikan agar pemerintah melakukan prioritas peningkatan pelayanan dasar (pendidikan, dan kesehatan), kualitas pendidikan saat ini belum memadai.
Sektor kesehatan juga belum tersedia sarana prasarana yang lengkap hingga level desa, dan akses kesehatan yang masih terbatas.
Pemda juga harus mendukung anggaran perlindungan sosial dan kesejahteraan masyarakat sangat minim dalam empat tahun terakhir, hanya 1,1 persen dari total belanja daerah.
Kemudian terakhir, Fitra Riau mengatakan agar Pemprov lebih memperhatikan masyarakat hutan adat, dukungan anggaran pengelolaan lingkungan juga masih sangat minim, hanya 1,4 persen dari total belanja daerah.
"Sedangkan permasalahan yang ditimbulkan cukup berat seperti deforestasi, konflik lahan, karhutla, banjir, dan kerusakan ekosistem," tutupnya.