Soroti Aturan DPR Copot Hakim MK dan KPK: Pengamat Harusnya untuk Internal

Riaumandiri.co - DPR RI kini bisa memberikan rekomendasi untuk memberhentikan sejumlah pimpinan lembaga atau pejabat negara pilihan lewat aturan Tata Tertib (Tatib) baru yang disahkan pada Selasa (4/2) lalu.
Ketentuan DPR bisa mengevaluasi para pimpinan lembaga atau pejabat yang sudah menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) lalu direkomendasikan dicopot itu tertuang dalam Pasal 228A Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang telah direvisi dan disahkan di Paripurna tersebut.
Pengamat Hukum Tata Negara, Zulwisman, S.H.,M.H menyoroti aturan tersebut, menurutnya tatib DPR sebagai turunan UU MD3 harus dirumuskan dengan bijaksana, dan memang aturan tatib tersebut harus lebih mengatur internal DPR itu sendiri.
"Ya, saya kira tatib DPR sebagai turunan dari UU MD3 harus dirumuskan dengan bijaksana, dan memang hanya mengatur internal DPR itu sendiri," ujarnya.
Zulwisman menilai kurang tepat adanya frasa penegasan "rekomendasi" pemberhentian pejabat dari jabatan negara pada Presiden diatur dalam Tatib DPR RI. Menurutnya hakekat tatib memang mengatur ke dalam (internal) DPR, bukan keluar (eksternal).
Alternatif apabila selama ini pelaksanaan fungsi pengawasan DPR kepada eksekutif (pejabat) dinilai kinerjanya lemah, Zulwisman menyebut tanpa pengaturan "rekomendasi pemberhentian" pun DPR bisa merekomendasikan pemberhentian kepada Presiden.
"Namun karena sifatnya rekomendasi, maka Presiden sebagai chief eksekutif bisa mengabaikan itu, karena memang memilih Menteri, Kapolri, dan mengajukan ke DPR dalam konteks mendapat persetujuan," katanya.
Dalam hal memilih Menteri merupakan bagian aktualisasi dari hak prerogatif Presiden, sedangkan mengajukan Hakim MK dan lainnya dalam konteks aktualisasi pembagian kekuasaan.
Pembagian kekuasaan di Indonesia diketahui menganut sistem trias politika, yakninya sebuah konsep politik membagi kekuasaan negara menjadi tiga, legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Tujuan dari adanya trias politika untuk mencegah adanya penyalahgunaan kekuasaan yang berlebih, hal ini demi mendukung check and balance dalam pemerintahan.
Terakhir, Zulwisman menyarankan agar penegasan rekomendasi pemberhentian pejabat diatur dalam UU MD3. "Saya kira perlu pengaturan dan penegasan pemberhenrian pejabat sebaiknya diatur dalam UU MD3, bukan tatib, itu menurut saya sehingga DPR RI perlu melakukan perubahan atas UU MD3," tutupnya.