Festival Perang Air Perayaan Imlek 2567 di Selatpanjang

Festival Perang Air Perayaan Imlek 2567 di Selatpanjang
Riaumandiri.co - Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kepulauan Meranti AKBP (Purn) H. Asmar, membuka Festival Perang Air (Cian Cui) dalam rangka memeriahkan perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Tahun 2025, di Jalan Diponegoro, Selatpanjang, Kamis (30/1/2025).

Asmar menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada seluruh masyarakat Tionghoa di Kepulauan Meranti atas partisipasinya dalam memeriahkan festival tersebut. 

"Mari kita jalin kekompakan, saling menghargai dan menghormati antar suku, etnis dan budaya guna mewujudkan Kabupaten Kepulauan Meranti yang aman dan damai," katanya.

Festival Perang Air itu merupakan kegiatan yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata yang bekerja sama dengan masyarakat Tionghoa di Kota Selatpanjang.

Perayaan Imlek di Kepulauan Meranti, khususnya di Kota Selatpanjang, tidak hanya menjadi tradisi masyarakat Tionghoa, tetapi juga menjadi ajang kebersamaan lintas budaya yang dinanti oleh semua lapisan masyarakat. .

Tahun ini, Festival Perang Air kembali digelar dengan semarak setelah sempat absen pada 2024 karena bertepatan dengan Pemilu. Tradisi yang digelar setiap sore selama seminggu ini berlangsung di jalan-jalan protokol Kota Selatpanjang. Warga menaiki becak, saling menyemprotkan air, dan melemparkannya ke arah warga yang berdiri di tepi jalan. 

Festival ini tak hanya menjadi hiburan bagi warga lokal, tetapi juga menjadi magnet wisatawan dari berbagai daerah dan negara. Ribuan wisatawan hadir untuk menyaksikan dan berpartisipasi dalam perang air yang unik ini. Selain memeriahkan acara, kehadiran wisatawan juga mendongkrak perekonomian daerah dengan perputaran uang yang mencapai puluhan miliar rupiah selama festival berlangsung.

Festival Perang Air atau lebih dikenal dengan Cian Cui oleh warga Tionghoa, juga menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti. Keunikan tradisi ini berhasil mencetak sejarah dengan meraih Rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2019 sebagai perang air dengan jumlah peserta terbanyak di Indonesia.

Yang membuat festival ini istimewa, menurut panitia MURI, adalah perpaduan tradisi unik di Meranti yakni gabungan tradisi Muslim tempo dulu saat Idul Fitri dengan tradisi Cian Cui, simbol kebinekaan yang hidup di masyarakat Kepulauan Meranti.

Sebagai satu-satunya tradisi perang air di Indonesia, Festival Cian Cui menjadi ikon pariwisata yang menarik perhatian nasional maupun internasional. Sebagai perbandingan, festival serupa juga ada di Thailand, namun hanya berlangsung satu hari, sementara di Meranti digelar selama sepekan penuh.

Ratusan kendaraan, mulai dari sepeda motor, becak, hingga gerobak, ikut serta. Mereka dilengkapi dengan "senjata" seperti pistol air, ember, gayung, dan alat lainnya yang bisa digunakan untuk membawa atau menembakkan air. Masyarakat di pinggir jalan pun tak mau kalah, dengan persenjataan air mereka sendiri yang disiapkan dalam tong, tangki, atau ember besar.

Uniknya, tak ada yang boleh marah jika terkena siraman air, baik dari peserta maupun penonton. Bahkan, polisi yang bertugas mengamankan jalannya festival ikut basah kuyup dengan senyuman di wajah mereka, menciptakan suasana kebahagiaan yang menyebar ke seluruh kota.

Sebagai tradisi yang tidak hanya unik tetapi juga membawa dampak ekonomi besar bagi Kepulauan Meranti, Festival Perang Air terus menunjukkan potensinya sebagai ikon pariwisata nasional. Dengan perhatian dan dukungan lebih dari pemerintah pusat, tradisi ini dapat semakin dikenal dunia dan menjadi salah satu kebanggaan budaya Indonesia.

Festival Perang Air atau Cian Cui telah menjadi salah satu event tahunan yang memberikan dampak signifikan terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kerakyatan.

Keunikan festival ini terletak pada penggunaan becak motor khas Meranti sebagai kendaraan utama selama perang air. Peserta menggunakan becak motor untuk berkeliling kota sambil beradu semprotan air di sepanjang jalan protokol. Penggunaan becak ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga strategi untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat lokal, terutama bagi para pemilik becak motor.

"Selain sebagai salah satu ikon pariwisata di Kota Sagu, festival ini juga dapat mengangkat, memelihara, melestarikan serta menumbuhkembangkan bentuk tradisi ini ke masyarakat luas," jelasnya.

Terakhir, dia mengajak kepada segenap peserta Festival untuk bersama menghargai serta melestarikan tradisi dan budaya ini sebagai wujud keberagaman masyarakat. 

"Mari kita jaga terus situasi yang aman dan kondusif selama pelaksanaan festival ini. Tetap patuhi peraturan dan saling menghormati," ingat Asmar.  

Turut hadir dalam pembukaan festival itu, Kadis Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat dan Kabid Humas Polda Kepri sekaligus penggagas cian cui, Kombes Pol. Zahwani Pandra Arsyad.