MITI: Pemberian IUP ke Ormas dan Perguruan Tinggi akan Menambah Baru
RIAUMANDIRI.CO - Pengesahan revisi UU Minerba oleh DPR RI memungkinkan lembaga keagamaan serta lembaga pendidikan dan ilmiah mendapat prioritas izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengelola tambang.
Hal tersebut mengkhawatirkan Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto. Dia menilai kebijakan tersebut merusak tata kelola pemerintahan yang baik.
Menurutnya pemberian prioritas IUP kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi itu tidak menyelesaikan permasalahan sektor pertambangan yang ada, malah akan menambah masalah baru.
Anggota Panja UU Nomor 3 Tshun 2020 tentang Pertambangan Minerba itu menilai pemerintah seperti ingin melepas tanggung jawab dalam membina sektor keagamaan dan pendidikan.
Padahal amanat konstitusi kepada negara salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan memberi prioritas pengelolaan pertambangan kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi, artinya kedua lembaga ini dilepas untuk secara mandiri mencari dana sendiri di sektor pertambangan.
"Kalau benar-benar ide ini diimplementasikan salah-salah bisa hancur ormas keagamaan dan perguruan tinggi kita, karena mereka asyik mengurus tambang ketimbang menjalankan tugas pokoknya dalam mendidik bangsa ini," kata Mulyanto, Selasa (28/1/2025).
Apalagi kata Multanto, semua tahu bahwa sektor pertambangan ini adalah sektor yang kotor dan sedang ditimpa banyak masalah, utamanya adalah tambang ilegal dan korupsi.
Dia mencontohkan kasus korupsi timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Juga kasus tambang emas ilegal oleh WNA China yang menyebabkan negara rugi Rp1 triliun lebih. Kemudian kasus tambang ilegal nikel Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara mencapai sebesar Rp2,3 triliun.
"Belum lagi persoalan governansi lingkungan dan sosial yang amburadul di sektor ini, yang seringkali memarjinalkan masyarakat kecil," ujarnya.
Ketika masyarakat sekitar tambang termarjinalkan maka mereka memohon advokasi kepada LSM, ormas keagamaan atau perguruan tinggi, karena dianggap sebagai lembaga-lembaga ini dapat bersikap obyektif, independen dan netral.
Ketika lembaga keagamaan, serta lembaga pendidikan dan ilmiah menjadi operator tambang, yang diberikan prioritas oleh Pemerintah, maka masyarakat akan kehilangan tempat mengadu dan memohon advokasi.
"Ujung-ujungnya yang dirugikan adalah masyarakat sekitar tambang. Sekarang ini yang penting dalam sektor pertambangan adalah pengawasan penambangan ilegal dengan membentuk sistem pengawasan terpadu termasuk membentuk satgas terpadu penambangan ilegal," katanya.
Sebab, sudah menjadi rahasia umum, tambang ilegal ini dibeking oleh aparat tinggi yang kuat. Kalau tidak mana mungkin tambang ilegal yang melibatkan WNA, menggunakan alat berat, membangun tenda-tenda semi permanen dapat dilakukan dan berlangsung lama.
Menurut Mulyanto dengan pemberian prioritas izin tambang kepada ormas dan perguruan tinggi, maka ibarat Pemerintah menyelesaikan suatu masalah dengan menambah masalah baru yang lebih berat. (*)