Jaksa Teliti Berkas Syahril Abu Bakar
Riaumandiri.co - Jaksa Peneliti pada Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tengah meneliti berkas perkara dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Riau tahun anggaran 2019-2022. Itu dilakukan untuk memastikan kelengkapan berkas perkara tersebut.
Penelitian itu dilakukan setelah Jaksa Peneliti menerima pelimpahan berkas perkara dari penyidik. Proses tahap I itu dilakukan pada awal pekan ini.
Ada dua tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah mantan Ketua PMI Riau, Syahril Abu Bakar, dan bendahara, Rambun Pamenan.
"Kasus (dugaan korupsi dana hibah) PMI saat ini masih tahap I. Penelitian berkas perkara oleh Jaksa Peneliti," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, Kamis (23/1).
Di tahap ini, Jaksa Peneliti akan memeriksa kelengkapan dari berkas perkara. Jika masih kurang lengkap, maka akan memberikan kode P-18 mengembalikan berkas itu kepada penyidik.
Jika pemeriksaan berkas telah lengkap, Jaksa Peneliti memberikan kode perkara P-21, Artinya, perkara itu diproses tahap II, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Tahap I, hari Selasa tanggal 21 Januari 2025," ujar Zikrullah.
Syahril dan Rambun ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Desember 2024. Rambun langsung ditahan, sementara Syahril yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Riau sempat mangkir dari panggilan Jaksa Penyidik dan baru ditahan setelah diperiksa pada 12 Desember 2024.
Kasus ini bermula dari dana hibah yang diterima PMI Riau pada 2019-2022 dari Pemerintah Provinsi Riau, yang totalnya mencapai Rp6,15 miliar.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendanai berbagai program PMI Riau sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), termasuk untuk belanja rutin, barang, pemeliharaan inventaris, biaya perjalanan dinas, publikasi, dan lainnya.
Namun, kedua tersangka diduga menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Di antaranya, dengan membuat nota pembelian fiktif, melakukan mark-up harga, dan menyusun kegiatan yang tidak sesuai kenyataan.
Selain itu, terdapat juga pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berhak, seperti pembayaran gaji pengurus dan staf markas PMI Riau yang tidak bekerja.
Akibat perbuatan keduanya, berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.112.247.282.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.