Perjalanan Dinas Dipangkas, Pengamat Edyanus Nilai Langkah Tepat
Pangkas Anggaran Perjalanan Dinas, Pengamat Ekonomi Nilai Langkah Tepat: Anggaran Harus Sentuh Kesejahteraan Rakyat
Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penghematan anggaran perjalanan dinas, bagi pemerintah daerah hingga 50 persen.
Hal itu tertulis dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Dalam inpres tersebut, Prabowo menghemat APBN Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 306 triliun atau Rp 306.695.177.420.000.
Dalam butir keempat inpres itu, Prabowo mendesak agar bawahannya membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar hingga focus group discussion.
Ekonom Senior UNRI, Assoc. Prof. Dr. Edyanus Herman Halim, SE., MS., CCFA mengatakan hal ini merupakan langkah tepat dari Presiden Prabowo, namun, sebaiknya anggaran yang ada lebih menyentuh kesejahteraan rakyat.
"Pemotongan anggaran perjalanan dinas itu sangat baik, inefisiensi pada anggaran itu (perjalanan dinas) cukup besar, baik di eksekutif, maupun legislatif, urgensinya rendah tapi berbiaya tinggi," ujar Assoc. Prof. Dr. Edyanus Herman Halim.
"Anggaran ini sebaiknya dialihkan untuk hal-hal yang menyentuh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat," sambungnya.
Bahkan, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengkritik kebijakan Presiden Prabowo Subianto memangkas anggaran perjalanan dinas hingga Rp20 triliun.
Hariyadi mengatakan selama ini kegiatan-kegiatan pemerintah di hotel dan restoran menggerakkan perekonomian. Dia khawatir kebijakan Prabowo ini justru berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi.
"Harapan kita ya itu ditinjau lagi karena ini adalah salah satu yang juga menjadi tugas stimulus untuk pertumbuhan ekonomi di daerah," kata Hariyadi.
Di sisi lain, justru Edyanus menilai hotel perlu adanya inovasi dan kreatif, sehingga tidak mengandalkan pendapatan dari SPPD aparatur pemerintah.
"Pengusaha restoran dan hotel haruslah berusaha untuk tidak mengandalkan pendapatannya dari SPPD aparatur pemerintah, mereka harus semakin kreatif menciptakan peluang pasar dan menggarap ceruk pasar yang lain," katanya.
Lebih jauh, Edyanus menilai justru ketika kesejahteraan masyarakat meningkat, maka akan berdampak positif pada market hotel dan restoran, karena selama ini konsumen hotel didominasi kelas menengah ke atas.
Diketahui, hotel selama ini memang memanfaatkan pasar dari program pemerintah, tentu artinya ini menginterpretasikan adanya ketidakadilan dalam pendapatan masyarakat.
Pengamat juga menilai pemangjasan ini perlu perencanaan, implementasi dan tetap membutuhkan pengawasan yang baik.
Sehingga nantinya akuntabilitas terjaga dan upaya bertindak korup akan semakin berkurang, teranyar, sejumlah pejabat di Pekanbaru diperiksa dan Dinas PUPR Provinsi Riau juga turut tersandung dugaan kasus korupsi flyover SKA.
Efisiensi anggaran seperti menggunakan area kantor untuk agenda penting dan UMKM lokal perlu dilakukan pemerintah.
"Akan lebih baik jika rapat dilakukan di kantor dan saat ini pun bisa secara daring, jika dilakukan di kantor juga bisa konsumsinya menggunakan UMKM seperti pisang goreng, rebus jagung dan sebagainya," kata Edyanus.
Ditambah Presiden Prabowo mengatakan identifikasi rencana efisiensi sekurang-kurangnya bisa terdiri dari 6 pos belanja operasional dan non operasional yakni belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanannya dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.
Merespon hal itu, Edyanus mengatakan perlu pengalihan pengadaan infrastruktur dari pejabat menjadi pelayanan rakyat.
Seperti contoh, mengurangi pengadaan mobil dinas pejabat yang harganya fantastis. "Mobil dinas pejabat misalnya tidak usah mahal mahal, selisih anggarannya bisa digunakan untuk infrastruktur yang lebih dekat ke pelayanan rakyat," katanya.
Pelayanan rakyat itu ialah seperti penyediaan alat alat kesehatan. "Seperti peralatan di rumah sakit, puskesmas dan peningkatan kualitas dan sarana pendidikan," sambungnya.
Belanja alat tulis kantor juga dapat dikurangi dengan cara pengimplementasian informasi teknologi (IT) seperti aplikasi arsip dan sebagainya sehingga mengurangi belanja dari pos belanja kantor.
"Jadi biaya kertas berkurang dan SDM pun bisa diminimalkan, semua dokumen bisa melalui sistem elektronik," tutupnya.