Kerugian Negara Capai Rp162 M, 400 Orang Lebih Nikmati SPPD Fiktif di DPRD Riau
Riaumandiri.co - Kasus dugaan korupsi dana Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2020-2021 terus bergulir. Lebih dari 400 orang diduga menikmati aliran dana ini. Mereka diberi batas waktu hingga akhir Januari 2025 untuk mengembalikan uang tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, bersama Kasubdit III Reskrimsus, AKBP Gede Prasetia Adi Sasmita, memimpin pertemuan di Ruang Medium DPRD Riau pada Jumat (17/1) kemarin.
Pertemuan ini dihadiri oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Riau, Khuzairi, dan 297 penerima dana, sementara sisanya mengikuti secara daring atau berhalangan hadir.
"Kami sengaja mengumpulkan para penerima dana, termasuk ASN, tenaga ahli, dan honorer DPRD Riau, yang terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi SPPD fiktif. Harapannya, mereka sadar dan sukarela mengembalikan uang tersebut untuk disita sebagai barang bukti," ujar Kombes Pol Ade.
Menurutnya, hingga kini pihak kepolisian telah menyita barang bukti uang sebesar Rp7,1 miliar. Angka tersebut diluar aset bergerak maupun tidak bergerak yang telah disita sebelumnya.
Kerugian negara yang ditimbulkan kasus ini diperkirakan mencapai Rp162 miliar, berdasarkan pemeriksaan manual sementara. Jumlah ini akan disinkronkan dengan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Tiga Klaster Penerima Dana
Kombes Pol Ade menjelaskan bahwa penerima dana SPPD fiktif terbagi dalam tiga klaster: ASN, tenaga ahli, dan honorer. Besaran dana yang diterima bervariasi, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. "Ada yang menerima Rp100 juta, bahkan ada yang sampai Rp300 juta," ungkapnya.
Sejauh ini, sebanyak 353 orang telah diperiksa sebagai saksi, dengan penekanan agar mengembalikan uang yang diterima. Jika tidak, mereka terancam ditetapkan sebagai tersangka.
Ultimatum hingga Akhir Januari
Pihak kepolisian memberikan tenggat waktu hingga akhir Januari 2025 untuk pengembalian uang. "Kami berharap mereka secara sukarela mengembalikan dana itu. Jika tidak, tentu ada konsekuensi hukum, salah satunya adalah penetapan tersangka," tegas Kombes Pol Ade.
Selanjutnya, pihak kepolisian menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP, yang diharapkan selesai pada akhir bulan ini. Setelah itu, pemeriksaan ahli dan gelar perkara di Bareskrim Polri akan dilaksanakan untuk menetapkan tersangka.
"Kami menggunakan tiga ahli dalam proses ini, Ahli Keuangan Negara, Ahli Keuangan Daerah, dan Ahli Pidana Korupsi. Kami ingin memastikan proses ini berjalan transparan dan sesuai hukum," tutupnya.