Termakan Proyek RS Jantung, Kelompok Tani dan Mahasiwa Minta Lahan Pertanian tak Digusur
Riaumandiri.co - Pembangunan Rumah Sakit Jantung dan Otak Provinsi Riau mendapatkan protes dari kelompok tani dan mahasiswa UNRI yang menggunakan lahan tersebut untuk praktikum maupun penelitian.
Gubernur Mahasiswa BEM Fakultas Pertanian (FAPERTA) UNRI, Ahmad Arifin menyebut total ada 10 hektare lahan yang digunakan Pemprov Riau untuk membangun Rumah Sakit Jantung, 8 hektare diantaranya telah dibuka dan sisa 2 hektare lagi yang merupakan lahan dari mahasiswa maupun kelompok tani.
"Untuk yang total diapakan Pemprov itu ada 10 hektare, yang baru dibuka 8,1 hektar sudah clear, 2 hektare penambahannya itu ke lahan kami," ujarnya.
Padahal, menurut Arifin, lahan tersebut termasuk lahan sawit, praktikum, dan penelitian bagi mahasiswa maupun kelompok tani
Ia berharap agar Pemprov Riau tidak menggusur lahan pertanian mereka, karena lahan yang saat ini masih ada pun sangat terbatas.
"Harapan terbesar dari kawan kawan yang masih menggunakan lahan tersebut agar tidak digusur, tanpa ada penggusuran itu lahan fakultas itu cukup terbatas, bahkan berebut terlebih dahulu," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Sri Sadono yang turut hadir di lokasi mengatakan lahan tersebut tidak akan digusur, namun ia menyebut perlu lahan pertanian lainnya.
"Tidak ada yang kita kesampingkan, itu tidak digusur tetap dibangun, perlu lahan pertanian lainnya, perlu dibicarakan, nanti kita diskusi lagi," katanya.
Lebih lanjut, Pemprov Riau saat ini telah berkoordinasi dan meminta izin kepada pihak rektorat. "Karena selama ini Pemprov izin dengan Rektorat, jadi mohon maaf, karena tadi sudah sepakat, kita dukung, waktu terus berjalan," sambungnya.
Ia meminta agar semua saling mengawal di lapangan dan hadir untuk mendiskusikan terkait persoalan ini. "Untuk 10 hektare itu sama samaa kita kawal, sesuai maps yang telah dibuat tadi," kata Sri Sadono.
Lahan kelompok tani yang ada di UNRI bekerja sama dengan fakultas untuk memberikan masukan mengenai dosis dan perlakuan terhadap tanaman yang digarap untuk dipanen nantinya.
Salah satu perwakilan Kelompok Tani UNRI, Charles mengatakan awalnya dirinya menerima informasi batas awal yang sudah dipatok, sehingga lahan yang tidak menjadi patok digunakannya untuk menanam jagung dan gambas.
Namun, secara tiba tiba ia menerima informasi ada perluasan lahan sekitar 120 meter.
"Sebenarnya lahan itu titik pertama ada lahan jagung dan gambas, awalnya orang lapangan sudah ada sampe batas patok biru, jadi ada tanaman baru, kami tanam, setelah mereka kabarkan, umurnya tak lebih mereka katakan sampai situ, setelah di tanam ada perluasan 120 meter," katanya.
Ia hanya meminta apabila lahannya jadi digusur untuk diganti sesuai harga pasar. "Kalau saya sih sesuai nilai tanaman, misalnya gambas itu 7 kilogram itu dengan harga Rp 35.000, atau sebatang jagung berapa," ujarnya.
"Kami tak maruk, kalau bisa sesuai dari nilai tanaman, jangan disamaratakan, menurut saya tak manusiawi," ujarnya.
Presiden Nasional (Presnas) I Ikatan BEM Pertanian Se Indonesia, Khariq Anhar mengatakan mahasiswa sendiri tidak diberitahu adanya penggusuran lahan tersebut.
"Mahasiswa sama sekali tidak tahu dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini, aneh sekali padahal kami bayar UKT (pajak) dan menggunakan lahan itu untuk kebutuhan pendidikan kami selama di pertanian UNRI," katanya.