Ini Alasan Pemohon Gugat Pilkada Kuansing ke MK

Ini Alasan Pemohon Gugat Pilkada Kuansing ke MK

Riaumandiri.co -Pasangan calon menggugat hasil pemilihan di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Gugatan oleh Adam-Sutoyo dan Halim-Sardiyono ini dilayangkan ke MK, Kamis (5/12).

"Iya. Benar. Tadi kita sudah mendaftarkan Permohonan Penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Kuantan singing, tadi. Tepat pukul 11.55 WIB, kami mendaftarkan permohonan secara langsung ke Mahkakamah Konstitusi. Kami tim yang mendaftarkan permohonan itu secara langsung Dody Fernando.,SH.,MH., Firadus Oemar.,SH., dan Okta Rikamansyah.,SH.,MH," kata Dody Fernando SH MH.

Permohonan tersebut telah dibuatkan Akta Pengajuan Permohonan Elektronik Nomor 21/PAN.MK/e-AP3/12/2024, tertanggal 5 Desember 2024. Lantas, apa dasar hasil Pilkada Kuansing itu digugat ke MK meski selisih suara dengan Paslon 1 Suhardiman Amby-Mukhlisin cukup jauh.


"Adapun dasar pengajuan kita adalah dikarenakan menurut kami selaku Pemohon terdapat pelanggaran yang terjadi terstruktur, sistematis dan masif (TSM)," ungkap Dody.

Menurut pihaknya sebagai Pemohon, Paslon nomir urut 1 diduga telah melakukan tindakan menyalahgunakan kewenangan, dan menyalahgunakan program guna kepentingan pemenangan paslon nomor urut 1 Suhardiman Amby dan Mukhlisin. Dan tindakan tersebut telah melanggar Ketentuan Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3) Jo Ayat (5) UU pilkada.

"Salahsatu peristiwa yang kami dalilkan adalah tindakan Suhardiman Amby selaku calon petahana menerbitkan Peraturan Bupati Kuansing Singingi Nomor 23 Tahun 2024 Tentang Bantuan Keuangan Khusus Kepada Desa untuk pembuatan jalur tradisional di Kabupaten Kuantan Singingi, pada tanggal 15 Juli 2024," katanya.

Yang mana kemudian berdasarkan Peraturan Bupati Tersebut, ungkapnya lagi, Suhardiman Amby selaku calon Petahan melakukan cawe – cawe dengan memberikan bantuan jalur sebesar Rp50.000.0000 (lima puluh juta rupiah) di 49 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi. Yang berakibat tingginya perolehan suara paslon nomor urut 1 didaerah tersebut. 

"Sedangkan 6 bulan sebelum penetapan paslon, tidak dibenarkan lagi calon petahana menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang bisa menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Dan terkait dalil lainnya, nanti akan kami sampaikan di persidangan ketika pembacaan permohonan," ungkapnya lagi.

Menurut Dody lagi, bahwa terkait selisih perolehan suara, pihaknya sangat memahami ketentuan itu. Akan tetapi didalam PMK Nomor 3 Tahun 2024, terkait pelanggaran yang berisfat TSM, katanya, diberikan ruang untuk ditangguhkan pemberlakuan ketentuan “ambang batas” Pasal 158 UU 10/2016 secara kasuistis.

"Sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PHP.KOT-XVI/2018 bertanggal 9 Agustus 2018, Putusan Mahkamah Nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021 dan Putusan Mahkamah Nomor 101/PHP.BUP-XIX/2021 bertanggal 19 Maret 2021, Putusan Mahkamah Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 bertanggal 22 Maret 2021, Putusan Mahkamah Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021 bertanggal 15 April 2021, dan Putusan Mahkamah Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 bertanggal 15 April 2021," urainya.

Bahkan dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, walikota tahun 2020, menurutnya, pemberlakuan Pasal 158 UU 10/2016 dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok permohonan pemohon.

"Jadi, itu. Kita berharap semuanya bisa terbuka di MK. Karena ada aturan soal kewenangan yang diatur UU dilanggar oleh calon petahana. Menurut kami, pelanggaran ini fatal," katanya.