Penahanan Tersangka Korupsi Kredit Pertanian di Bengkalis Diperpanjang
Riaumandiri.co - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis melalui Tim Jaksa Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) memperpanjang masa penahanan lima tersangka dugaan korupsi terkait penyimpangan pemberian kredit di sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan di salah satu bank daerah. Kebijakan itu dilakukan demi kepentingan penyidikan.
Adapun para tersangka itu masing-masing berinisial S selaku Pimpinan Cabang Pembantu (Pimcapem) Duri Hangtuah tahun 2021, DM menjabat sebagai Pimpinan Seksi Bisnis di cabang yang sama, dan FM dan WZH masing-masing bekerja sebagai Account Officer Kredit Produktif pada bank tersebut.
Lalu, US selaku Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Makmur Sejahtera yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul).
Penetapan tersangka dilakukan pada 23 Oktober 2024. Di hari yang sama, kelimanya langsung dijebloskan ke penjara dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Bengkalis. Meraka ditahan untuk 20 hari ke depan hingga 11 November 2024.
Hingga batas waktu tersebut, proses penyidikan belum rampung. Dengan begitu, penyidik memperpanjang masa penahanan terhadap kelima tersangka.
"(Perpanjangan penahanan) Untuk kepentingan penyidikan," ujar Kepala Kejari (Kajari) Bengkalis, Sri Odit Megonondo, Senin (11/11).
Dikatakan Kajari, para tersangka masih akan ditahan untuk 40 hari ke depan. Yakni, terhitung sejak 12 November besok. "Tahanan penyidik," tegas mantan Koordinator Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah itu.
Dalam kesempatan itu, Kajari Bengkalis menyampaikan, dalam proses penyidikan perkara tersebut pihaknya telah memeriksa sebanyak 33 orang saksi. Ditambah dengan 2 orang Ahli, yaitu Ahli Hukum Pidana dan Auditor.
Kasus ini bermula ketika bank Capem Duri Hangtuah menyalurkan kredit produktif secara kolektif kepada 33 nasabah yang merupakan anggota KUD Makmur Sejahtera. Kredit tersebut mencapai total Rp4,95 miliar dengan plafon sebesar Rp150 juta per nasabah.
Pengajuan kredit dilakukan melalui tersangka US, yang bertindak sebagai Ketua KUD. Namun, dalam prosesnya, US diduga memalsukan dokumen kredit dan laporan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit milik para nasabah.
Setelah dana kredit sebesar Rp149.850.000 per nasabah masuk ke rekening debitur, dana tersebut langsung ditarik oleh US tanpa sepengetahuan debitur dan disetorkan ke rekening pribadinya. Dana kredit yang diperoleh dari 33 debitur tersebut digunakan oleh tersangka US untuk membeli lahan serta keperluan pribadi lainnya.
Sementara itu, tanah yang dijadikan agunan dalam pengajuan kredit merupakan tanah negara yang berada di Kawasan Hutan Produksi Terbatas, yang jelas melanggar aturan.
Hasil audit oleh lembaga terkait menunjukkan bahwa tindakan para tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5.276.427.930. Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara tersebut tercantum dalam dokumen bernomor R-635/LHAPKN/H.VI.1/09/2024.
Atas perbuatannya, kelima tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999. Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.