Jangan Ada Intervensi Politik dalam Pelaksanaan Program BSPS
RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi V DPR RI Boyman Harun menekankan pentingnya pelaksanaan program Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya (BSPS) yang bersih dari intervensi politik.
Ia menegaskan bahwa meskipun BSPS dibiayai dari anggaran APBN, pelaksanaannya seharusnya tidak terpengaruh oleh kepentingan daerah atau kelompok tertentu.
Dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024), Boyman menyoroti masalah campur tangan dari pihak instansi di tingkat kabupaten yang dapat menghambat proses pembangunan.
"Jangan sampai BSPS ini APBN tetapi berbau APBD. Misalkan ada kabupaten tertentu dalam menentukan pembangunan rumah ini pihak PUPR Kabupaten itu juga ikut campur tangan terlalu jauh. Jadi maksud saya ke depan artinya tidak usah dipersulit dengan aturan seperti itu,” tegas Boyman.
Pada pemerintahan periode sebelumnya, tugas dan fungsi terkait dengan perumahan diampu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pada era Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto, tugas terkait perumahan diampu oleh Kementerian (PKP).
Pada rapat dengan agenda evaluasi pelaksanaan APBN TA 2024 serta pembahasan Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) II BPK RI Tahun 2023 tersebut, Boyman juga menegaskan pentingnya peran Balai Perumahan dalam program BSPS. Untuk itu, Ia meminta agar permasalahan ini diserahkan sepenuhnya kepada Balai Perumahan yang ada di daerah.
"Sebagai contoh, misalkan rumah tersebut berdasarkan laporan dari tim lapangan layak untuk dibangun, tetapi ada dari PUPR Kabupaten mengatakan itu tidak layak. Yang jadi pertanyaan saya, mana fungsi Balai di sana? Dengan fungsi (instansi) dari kabupaten itu?" tanyanya.
Dia mengatakan bahwa pekerjaan ini berpotensi mengandung kepentingan politik. Sebagai contoh, terjadi indikasi mempersulit penyaluran bantuan lantaran latar belakang politik yang berbeda dari orang yang mengajukan bantuan ke orang yang bertugas sebagai pendamping BSPS.
"Contoh, saya dari Partai Amanat Nasional misalkan saya sudah memberikan data-data berkaitan dengan masalah rumah-rumah yang layak untuk dibantu, tetapi karena pendampingnya itu bukan orang saya, pendampingnya dari misalkan kubu lain, mereka mempersulit, di sini tidak boleh, di sini tidak boleh," keluhnya.
Ia juga menyoroti ketidakefektifan dalam penentuan toko untuk pembelian material, yang terkadang menyebabkan kebingungan. Dari laporan yang diterimanya, acap kali terjadi selisih paham antara koordinator dan pendamping sehingga harus diperjelas tugas dan fungsi masing-masing orang serta perannya dalam rumah BSPS.
“Bahkan dalam menentukan toko pun untuk membeli material itu repot jadinya. Kadang-kadang pendamping juga ikut campur tangan. Jadi maksud saya ke depan yang jelas tupoksinya agar tidak terjadi kendala di lapangan. Masak untuk menentukan pembelian material untuk pembangunan rumah BSPS itu saja ribut. Pendamping maunya di sini, sementara koordinator maunya di sini,” katanya.
Legislator Dapil Kalimantan Barat I ini lantas mengingatkan bahwa agenda rapat kali ini jangan terbatas pada evaluasi anggaran tapi juga pelaksanaan pekerjaan yang efektif termasuk untuk program BSPS.
Ia menegaskan pentingnya memahami sejauh mana fungsi Balai Perumahan yang ada di daerah dan bagaimana batasan peran pendamping. Menurutnya, yang terpenting adalah pembangunan rumah harus sesuai dengan aturan dan memenuhi syarat yang ditetapkan. (*)