Pengamat: Infrastruktur dan Kesejahteraan Guru Belum Terperhatikan
Riaumandiri.co - Komunitas Literasi dan Sastra (Kalistra) Universitas Riau menggelar diskusi bertemakan pendidikan pada Rabu (30/10) sore.
Diskusi tersebut mengundang Pengamat Pendidikan Riau, Afrianto Daud selaku pembicara.
Afrianto Daud mengatakan banyak indikator untuk mencapai kualitas pendidikan yang tinggi, namun ia menyoroti dua hal utama, yakni infrastruktur pendidikan dan kesejahteraan guru.
"Kita tak bisa berharap kualitas. Kalau Negara tak memperhatikan kesejahteraan, gimana guru mau bagus mengajarnya kalau pikiran nya kepada anaknya yang mau makan," katanya.
Gaji guru terutama honorer saat ini sangat memprihatinkan, nominalnya di angka Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per bulannya.
Ia menyebutkan memang guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, namun setidaknya berlakukan juga UMR pada guru seperti pegawai maupun buruh lainnya.
"Kenapa yang kerja di dunia industri berlaku UMR, setidaknya berlakukan juga UMR pada guru, sekolah yang tak setara UMR dikasih sanksi misalnya," sebut Afrianto Daud yang juga Ketua UPT Bahasa UNRI.
Sebagai Pengamat, ia menyarankan agar pemerintah memberikan sertifikasi guru ditambah dengan apresiasi dan penghargaan kepada guru yang bersikeras mendidik generasi bangsa.
Kualitas calon guru juga penting, pemerintah perlu mengadakan sistem perekrutan guru yang lebih ketat.
"Guru yang hebat adalah yang tidak boleh berhenti belajar. Walaupun jadi sarjana kalau mau mengajar dia terus belajar," lanjutnya.
"Kalau mau seharusnya guru itu seleksi calon guru harus lebih ketat. Misalnya sistem perekrutan lebih ketat, sama halnya misalnya siswa SMA saat ini tidak ada penjurusan IPA IPS, jadi anak IPS bisa masuk Fakultas Kedokteran," sambung Afrianto.
Infrastruktur pendidikan juga menjadi sorotan, termasuk digitalitasi pembelajaran menggunakan akses internet.
"Masih banyak infrastruktur sekolah yang belum memenuhi standar, sekarang sudah dunia digital, seharusnya kita bicara revolusi Industri 4.0," katanya.
Lanjutnya, infrastruktur pendukung sekolah seperti perpustakaan, harus mempunyai lebih banyak buku yang variatif.
"Idealnya sekolah punya perpustakaan yang cukup dan lengkap, seberapa banyak perpustakaan punya buku," katanya.
Ditambah, sekolah minimal memiliki lapangan olahraga, hal itu untuk menunjang fisik dan raga siswa agar fit dalam belajar.
"Idealnya juga sekolah punya lapangan olahraga, kan dalam lagu Indonesia Raya sudah dituturkan, bangunlah jiwanya, bangunlah badannya," katanya.
"Maka pendidikan garap aspek rohani, makanya ada pendidikan agama, dan ada disebut bangunlah badannya, nah itu pendidikan fisik," katanya.
Menurutnya semua permasalahan diatas membutuhkan dana dan anggaran yang besar, salah satunya Reformasi anggaran di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003.
"Kalau kita bicara kesejahteraan ujungnya anggaran. Nah bagus ada Reformasi anggaran yang tertuang dalam UU Nomor 20 tahun 2003, negara punya kewajiban menganggarkan 20 persen dari RAPBN untuk pendidikan," ungkapnya.
Namun, ia mengkritik masih adanya anggaran pendidikan yang bocor dan tidak tepat sasaran.
"Kalaupun sudah 20 persen itu diterapkan, tepat sasaran kah? Ada anggaran bocor pastinya, ini PR kita kemudian anggaran tersebut bisa tepat sasaran," tegasnya.
Ketua Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis) Riau,Khariq Anhar mengatakan masih banyaknya pungutan baju dan buku yang tentunya memberatkan orang tua dan siswa.
"Banyak ditemui sekolah yang masih memungut uang baju, dan buku tentu ini memberatkan sekali," katanya.
Ditambah menurutnya anggaran pendidikan banyak dialokasikan kepada kementerian non pendidikan.
"Dari sisi pendidikan ternyata masih dianggap beban negara, padahal 20 persen sudah besar," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Afrianto Daud menilai tak. semua harus ditanggung negara, perlu adanya peran dan partisipasi masyarakat di dalam memajukan pendidikan.
"Ya tak semua harus negara yang menganggarkan, perlu adanya partisipasi masyarakat," sebutnya.
"Perusahaan juga bisa membantu lewat CSR misalnya, atau memanfaatkan lulusan sekolah dan pengurhan tinggi, seperti itu UPT Bahasa dibantu Caltex dulunya," ungkap Afrianto Daud.