RI Gabung BRICS, Pengamat Edyanus: Orientasi Indonesia Geser ke Timur
Riaumandiri.co - Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono secara resmi menyatakan keinginan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS sebagai pengejawantahan politik luar negeri nasional yang berdasar nilai bebas aktif.
Hal tersebut disampaikan Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia, Kamis (24/10).
"(Bergabungnya RI ke BRICS) bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum," kata Sugiono dalam pernyataan Kemlu RI yang diterima di Jakarta, Jumat (25/10).
Kunjungan Sugiono ke Rusia untuk mengikuti KTT BRICS Plus sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto dan merupakan kunjungan resmi perdananya usai dilantik sebagai Menlu RI pada Senin (21/10).
Dalam KTT BRICS ke-16, Indonesia secara resmi diakui sebagai negara mitra BRICS bersama 12 negara lainnya. Negara-negara Asia Tenggara yang turut menjadi mitra BRICS adalah Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Pengamat Ekonomi Universitas Riau Assoc. Prof. Dr. H. Edyanus Herman Halim, SE, MS mengatakan orientasi ekonomi Indonesia tampaknya sedang bergeser ke Timur.
Hal itu disebabkan lantaran negara barat saat ini sedang kerepotan menghadapi ekonomi Rusia dan China.
"Orientasi Indonesia nampaknya bergeser ke negara Timur, seperti China dan Rusia," kata Edyanus Herman.
"Negara negara barat nampaknya memang sedang kerepotan menghadapi negara Rusia dan China," katanya.
Faktanya, Prabowo memang tidak pergi ke negara-negara Barat. Sebaliknya, ia justru menunjukkan keinginan menjalin kerja sama dengan negara-negara Timur, seperti Turki, China, dan Rusia yang berpotensi besar dalam hubungan ekonomi perdagangan Indonesia ke depannya.
Kunjungan ini juga mengindikasikan bahwa Prabowo ingin Indonesia tampil di dunia internasional sebagai negara yang mampu menghimpun kekuatan Timur.
Soal kunjungan Prabowo ke China dan Rusia ini menurutnya dapat berpengaruh besar terhadap hubungan politik luar negeri Indonesia dengan Amerika yang berseberangan nilai-nilai politiknya dengan negara-negara tersebut.
Strategi Indonesia untuk mendekati China, Rusia, Turki, dilakukan dalam rangka meningkatkan posisi tawar terhadap negara-negara Barat yang selama ini dianggap menekan dan mengabaikan kepentingan Indonesia.
Namun, Pengamat Edyanus mengingatkan kepada pemerintah Indonesia agar berhati hati mengambil keputusan, lantaran dinamika global yang sulit ditebak.
"Ada baiknya berhati-hati dalam mengambil keputusan yang seperti ini. Karena dinamika global makin sulit ditebak," katanya.
Namun, dengan gabungnya Indonesia ke BRICS tentu membawa konsekuensi tersendiri dan harus komitmen dengan keputusannya.
"Indonesia sebenarnya sejak dulu tergabung dalam negara negara non block, dan lebih netral, bergabungnya ke BRICS tentu membawa konsekuensi tersendiri dan harus komitmen dengan keputusan keputusan organisasi," sebut Edyanus.
Forum kerja sama BRICS tersebut menurut Edyanus, dapat bersifat multi lateral dan memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk saling berkolaborasi dan produktif tentunya.
Terkait kerja sama Indonesia dengan negara barat, menurutnya tergantung sikap dari barat. Lantaran konsumen potensial ekonomi barat masih berlimpah di Indonesia.
Ditambah, sumber daya alam (SDA) Indonesia yang masih melimpah.
"Tentu tergantung sikap mereka terhadap hal itu. mereka juga tidak bisa terlalu menjauh dari Indonesia karena jumlah penduduk Indonesia yg merupakan konsumen potensial dan SDA nya berlimpah," ucapnya.
Produk barat tersebut masih mendominasi dibidang teknologi dan industri makanan.