Politisi PKS: Program Astacita Prabowo Harus Didukung Penuh
RIAUMANDIRI.CO - Anggota DPR RI dari PKS Nasir Djamil menyatakan program Astacita Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka haruslah diberi dukungan penuh, termasuk juga oleh lembaga legislatif.
Program Astacita ialah memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
”Reformasi di semua aspek kehidupan dan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk juga politik, ekonomi, sosial, budaya, moral, etika, penyelenggara, kekuasaan negara. Jadi reformasi itu sebuah keniscayaan. Kalau kemudian Pak Prabowo berniat dan berkeinginan untuk melanjutkan reformasi itu, maka patut untuk kita dukung,” kata Nasir sebelum pelantikan Presiden dan Wakil presiden Republik Indonesia Masa Jabatan 2024-2029 di Gedung Nusantara, Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Minggu, (20/10/2024).
Khusus dalam bidang penegakan hukum, politisi PKS ini berharap independensi penegakan hukum dapat terus dipertahankan. ”Tentu saja penegakan hukum itu diharapkan bisa objektif, transparan, dan kemudian tidak diintervensi oleh kekuasaan,” sambungnya.
Lebih lanjut, Legislator Dapil Aceh II ini mengingatkan tanpa independensi dan akuntabilitas penegak hukum, maka apa yang diharapkan dalam program Astacita akan sulit untuk bisa direalisasikan.
”Tapi kalau misalnya Pak Prabowo menyatakan untuk menghadirkan independensi dan akuntabilitas di semua sektor, saya percaya bahwa Indonesia akan lebih baik ke depan,” pungkas Anggota Komisi III DPR RI 2019-2024 ini.
Nasir juga menyinggung Peraturan Presiden (Perpres) nomor 122 tahun 2024 tentang Perubahan Kelima Atas Perpres nomor 52 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang diterbitkan Presiden Jokowi beberapa hari sebelum mengakhiri jabatannya.
Nasir menilai pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam PP tersebut perlu dievaluasi. karena menurutnya, dikhawatirkan akan terjadi tumpang-tindih (overlapping) kebijakan dengan institusi yang bertugas terkait dengan pemberantasan korupsi lainnya.
”Jadi, saya pikir upaya untuk membentuk pemberantasan korupsi di kepolisian itu perlu dievaluasi, sehingga kemudian tidak overlapping dengan institusi yang bertugas terkait dengan pemberantasan korupsi itu juga,” kata Nasir.
Menurutnya, pemerintahan berikutnya perlu meninjau ulang keputusan tersebut. Nasir juga menjelaskan, DPR sebelumnya juga pernah membahas hal serupa terkait dibentuknya dibentuknya Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) di Kepolisian RI.
”Menurut saya itu perlu dievaluasi juga, karena memang beberapa waktu lalu kita sudah pernah memikirkan soal Densus Tipikor di kepolisian Republik Indonesia, tapi kita juga punya Komisi Pemberantasan Korupsi,” pungkasnya. (*)