Pakar Hukum Ungkap Sejumlah Kekeliruan dalam Kasus Mardani Maming
RIAUMANDIRI.CO - Tindakan Mardani Maming yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 296/2011 terkait Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN dinyatakan tidak melanggar aturan hukum.
Pernyataan ini disampaikan oleh Mahrus Ali, seorang eksaminator, dalam acara bedah buku berjudul ‘Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming’ yang berlangsung di Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu (5/10/2024)).
Mahrus Ali menjelaskan bahwa norma pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ditujukan kepada pemegang IUP, bukan kepada jabatan Bupati. “Selama syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ridwan, Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum UII, menambahkan bahwa permohonan peralihan IUP-OP tidak perlu menyertakan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Hal ini disebabkan karena persyaratan tersebut sudah melekat pada izin yang telah dialihkan.
Karina Dwi Nugrahati Putri, dosen dari Departemen Hukum Bisnis Fakultas Hukum UGM, juga menyampaikan pandangannya. Menurutnya, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasarkan perjanjian yang sah, maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.
“Judex Factie telah mengesampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR yang tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” jelas Karina.
Dalam kasus ini, Mardani H Maming dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, Mardani juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar. Ia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Mardani menerima suap senilai Rp 118,75 miliar terkait persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan tersebut dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011.
Dalam eksaminasi kasasi Mahkamah Agung atas kasus yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ini, hadir sepuluh eksaminator yang memberikan catatan. Mereka antara lain Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.
Catatan dan analisis dari para pakar tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah buku berjudul ‘Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming’.