Implementasi FOLU Net Sink 2030 di Riau
RIAUMANDIRI.CO - Paradigma bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Republik Indonesia, berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menaja Workshop Percepatan Pembangunan Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), dan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM) melalui penguatan kelembagaan Perhutanan Sosial dalam implementasi FOLU Net Sink 2030 di The Premiere Hotel, Pekanbaru, mulai 3-4 September 2024.
Kegiatan ini merupakan inisiasi Paradigma sebagai organisasi masyarakat sipil yang berkomitmen mendorong percepatan implementasi FOLU Net Sink 2030 di Provinsi Riau. Dengan melibatkan KLHK dan BRGM sebagai pembuat kebijakan pelestarian lingkungan dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui program Perhutanan Sosial (PS) yang menjangkau masyarakat tingkat tapak.
KLHK punya kebijakan perlindungan lingkungan untuk menekan laju perubahan iklim dengan kebijakan Indonesia Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 kebijakan untuk menekan laju peningkatan gas rumah kaca. Dan BRGM punya program untuk memulihkan Gambut dan mangrove dengan canangan Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG) dan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM) pada desa yang mempunyai perhutanan sosial.
Kegiatan dua hari ini, diawali kegiatan seminar penguatan kelembagaan Perhutanan Sosial melalui implementasi Folu Net Sink 2030 di Provinsi Riau. Acara ini dihadiri oleh perangkat desa dan pengurus kelompok PS sebanyak 175 orang. Selanjutnya para pendamping, masyarakat sipil dan rekan jurnalis.
Pada pembukaan acara, Riko Kurniawan selaku Direktur Paradigma menyampaikan potensi hutan alam, gambut dan mangrove yang dapat dimanfaatkan untuk perhutanan sosial dalam mendukung implementasi FOLU Net Sink 2030. ”Riau saja seluas 53% isinya gambut. yang masih terawat dan terjaga ada ditangan masyarakat. Jika PS ini terlaksana maka program penyelamatan dan pemulihan terjadi. Hasilnya ekonomi masyarakat akan meningkat,” kata Riko.
Capaian perhutanan sosial di Riau sudah mencapai 20% dari target indikatif 1,3 juta hektar. Perkembangan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial baru mencapai 127 unit, dan 24 unit sudah masuk tahap penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS). Dan kemudian sisanya 36 unit telah berupa draft dan 57 unit lainnya belum Menyusun RKPS. Kategori Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) 2 KUPS Gold, 20 KUPS Silver dan 122 KUPS Silver yang seluruhnya berjumlah 144 KUPS. Komoditi usaha yang dimiliki oleh KUPS berupa Hasil Hutan Bukan Kayu, Agroforestry, kebun bibit dan jasa lingkungan.
Riko menyebut perlunya pendampingan kepada masyarakat dalam penyusunan RKPS agar hak kelola yang sudah didapatkan masyarakat dapat dirasakan dalam bentuk peningkatan ekonomi masyarakat. “Kolaborasi dari berbagai multi sektor untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat akan membuat masyarakat sejahtera kedepannya,” kata Riko.
Menyambung penyampaian Riko, Plt. Deputi Bidang Edukasi dan Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRGM menyampaikan pentingnya menjaga gambut dan mangrove. Gatot Soebiantoro memaparkan, “Gambut dan Mangrove menjadi tulang punggung untuk implementasi FOLU Net Sink. Sehingga ini harus menjadi prioritas dalam menjaga ekosistem lahan basah dan tentu tidak bisa dikerjakan sendiri, perlu kolaborasi dan kerja sama berbagai pihak agar terwujud nya ekosistem lahan basah yang baik dan mampu mendukung pencapaian FOLU Net Sink 2030,” kata Gatot.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK lewat sambungan daring memberikan sambut tentang kegiatan ini patut dicontoh. Dr Mahfudz menerangkan KLHK sangat mendukung program pendampingan untuk memfasilitasi masyarakat dalam penyusunan RKPS ini, harapannya ini akan terus berkembang, sehingga perhutanan sosial ini dapat menjadi kontribusi dalam pencapaian FOLU Net Sink 2030. “Wujud kolaborasi para pihak ini penting untuk ditingkatkan, terlebih pada perhutanan sosial yang sudah memiliki SK dan masih pengajuan, agar punya arah yang jelas untuk dilaksanakan,” kata Mahfudz.
Workshop ini juga membahas berbagai potensi ekonomi dari perhutanan sosial, yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa-desa target. workshop dua hari ini seyogyanya menghasilkan berbagai ide dan rencana tindak lanjut yang konkret, termasuk strategi untuk mendorong keterlibatan lebih aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
Selanjutanya pembukaan acara yang dilakukan oleh Asisten 2 Sekretaris Daerah Pemprov Riau M. Job Kurniawan menyampaikan apresiasi atas upaya kolektif ini dan menekankan pentingnya sinergi antar pihak dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh ekosistem gambut dan mangrove. Job sebut Pemerintah Provinsi Riau mendukung implementasi FOLU Net Sink 2030, khususnya lanskap yang masih memiliki tutupan hutan alam, gambut dan mangrove yang masih terjaga.
“Sinergi dan kolaborasi banyak pihak perlu ditingkatkan untuk mendukung percepatan perhutanan sosial yang dimana Provinsi Riau mempunyai target indikatif 1,3 juta hektar untuk perhutanan sosial”, kataJob Kurniawan.
Setelah pembukaan dilanjutkan seminar dengan arasumber kunci dari BRGM, KLHK, dan Walhi Riau, memberikan pandangan dan berbagi pengalaman terkait pelaksanaan program perhutanan sosial di berbagai daerah. Proses diskusi yang berlangsung intensif dan produktif ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang akan menjadi panduan dalam implementasi lebih lanjut dari program DMPG dan DMPM di Riau.
Di akhir acara hari pertama, dilakukan seremoni penyerahan dokumen usulan Perhutanan Sosial oleh delapan kelompok masyarakat kepada Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK diwakili Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial KLHK. Penyerahan ini menandai langkah awal dari serangkaian tindakan yang akan diambil untuk memastikan bahwa program-program ini benar-benar memberikan dampak positif dan berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan di Provinsi Riau.
Kegiatan di hari kedua, fokus mendampingi masyarakat dalam penyusunan Rencanan Kelola Perhutanan Sosial dan Rencana Kerja Usaha Perhutanan Sosial terhadap kelompok PS diapit oleh para pendampingnya. Nantinya dokumen ini akan diserahkan kepada pemangku kepentingan untuk dilakukan pengesahan dan pelaksanaan kegiatan di masing-masing kelompok.