Taja Diskusi Kilas Balik dan Masa Depan Pembangunan Riau, Ini Kata Akademisi PSIP Unri

Taja Diskusi Kilas Balik dan Masa Depan Pembangunan Riau, Ini Kata Akademisi PSIP Unri

Riaumandiri.co - Akademisi Pusat Studi Industri dan Perkotaan (PSIP) UNRI menggelar diskusi mengenai kilas balik pembangunan Riau dari tahun 2005 hingga 2025.

Tak hanya kilas balik, forum tersebut juga membahas masa depan pembangunan Riau 2025-2045 mendatang. 

Hadir dalam diskusi tersebut mantan Gubernur Riau periode 1998-2003 Saleh Djasit, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan, Ir. Emri Juli Harnis, MT, Ph.D., dan akademisi dari Universitas Riau. 


Saleh Djasit menyampaikan dirinya yang turut andil dalam membuat visi Riau 2020 yakninya Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin di Asia Tenggara tahun 2020.

Kilas balik pembangunan Riau dahulu dapat dilihat dari masifnya pembangunan dari kota ke desa. 

Seperti pada saat kepemimpinan dirinya dekade silam, Saleh Djasit pernah membangun sekolah, puskesmas,hingga ke pedesaan. 

"Dahulu itu saya pernah buat visi Riau kedepan apa, visi ini wajib, setiap organisasi harus punya tujuan, apalagi negara, berdiri Republik ini saja ada dalam UUD 1945, yaitu menjaga tanah tumpah darah Indonesia," ujarnya. 

Ia juga menekankan agar program yang telah dibuat Gubernur sebelumnya agar dilanjutkan. 

Sehingga terjadi kesinambungan program, apabila program tersebut banyak kelemahan, tentu harus di evaluasi. 

"Program itu harus berkesinambungan, sebagus apapun program, tapi tak dilanjutkan, sama saja nol," katanya. 

"Dahulu kita liat cara cara fungsi pembangunan desa, sekarang saya tidak kuat lagi, kesinambungan tidak ada di Provinsi Riau," tegasnya. 

Selain kesinambungan, pentingnya memperhatikan desa sebagai tonggak pembangunan harus diperhatikan. 

Menurutnya, desa sebagai benteng pertahanan terakhir negara, "Konsep perang Gerilya itu kalau tak sanggup kita di laut, mundur ke pantai, tak sanggup ke pantai, ke kota, tak sanggup ke kota, ya ke desa, desa pertahanan terakhir, ini doktrin perang Gerilya," sebut Saleh Djasit. 

Salah satu contoh pembangunan desa lainnya selain sekolah dan puskesmas adalah membangun perkebunan desa. 

"Setiap desa harus punya kebun desa zaman saya, bangun desa itu, misalnya daerah Kampar, Bagan Batu, kita usahakan juga masuk pengusaha," ujarnya.

Eks Gubernur Riau itu mengklaim dan menceritakan pernah membuat sayur mayur Riau di ekspor hingga Malaysia.

"Jadi kita harus punya fokus, nomor satu agama, itu dasar kita, yang kedua ekonomi, nah kita harus mendorong UMKM menengah dan besar. Kita punya pendorong untuk bentuk perusahaan baru, kita buat Pengembangan Investasi Riau (PIR)," katanya. 

"Saya siapkan Riau Petroleum, kemudian saya beberapa kerja sama Singapura, kami ini mau ekspor sayur, akhirnya Singapura ajarkan kami bertani, buat sayur, bahkan kita ekspor ke Malaysia, Sumbar yang gudang sayur aja kaget," katanya lagi. 

Ir. Emri Juli Harnis, MT, Ph.D menyebut ekonomi Riau berbasis sumber daya alam (SDA). 

"Kita tau Riau ini geografisnya ada daratan dan lautan, kita ekonomi Riau itu berbasis SDA, ada minyak, gas, tapi kita tak andalkan itu lagi. Sawit kita besar, tapi luasannya debatable. Kita punya serat kayu RAPP dan Indakiat," ujarnya. 

Bahkan, kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau itu nomor 6 di pulau Sumatera. 

"Kalau kita kontribusi PDRB nomor 6, struktur ekonomi kita juga ada industri pengolahan," kata Emri. 

Ia mengaku Riau tidak bergantung pada minyak lantaran lifting minyak Riau berkurang. 

"Lifting minyak kita juga menurun, dulu itu pernah 1 juta barel, sekarang hanya 183 ribu bar saja, jauh sekali," ujarnya. 

Founder Pusat Studi Industri dan Perkotaan (PSIP) UNRI Prof. Dr. Ashaluddin Jalil, M.S menjelaskan visi Riau 2020 memiliki filosofis yang berasal dari hasil simposium di Tanjung Pinang tahun 1985.

Ia menyebut salah satu visinya adalah menjadikan Riau sebagai pusat budaya melayu, melayu identik dengan Islam dan melekat konsep agamis. 

"Melayu identik dengan Islam, konsep melayu, konsep agamis, budaya agamis dan rohnya ikut, namun, muncul juga konsep ekonomi Islam, tapi ini di cooling down aja dulu," ujarnya. 

Masa Depan Pembangunan Jangka Panjang Riau 2025-2045

Evaluasi visi Riau 2020 tentu menjadi pertimbangan untuk merencanakan pembangunan jangka panjang 2025-2045.

Bappedalitbang Riau saat ini tengah menyusu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2025 hingga 2045.

Diantaranya yakninya menyiapkan bonus demografi Indonesia yang akan terjadi pada tahun 2030.

"Kita perkirakan akan dapatkan bonus demografi tahun 2030, ini penting terkait berbagai kebijakan antisipasi perkembangan penduduk kita," ujarnya. 

Salah menyikapi perkembangan penduduk adalah mempersiapkan sarana prasarana dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM). 

Selain itu, pembangunan jangka panjang kedepan juga akan tetap memperhatikan kebudayaan melayu. Salah satu upayanya yakni pengembangan kawasan Istana Siak dan cagar budaya. 

"Istana Siak, kita akan rancang kawasan strategis, kemudian daya dukung lingkungan PLTA Koto Panjang, kawasan lain juga seperti Cagar Biosfer," kata Emri.

Ia melanjutkan kedepan Riau akan menjadi gerbang integrasi ekonomi ASEAN dan geokndustri. 

Untuk mencapai hal tersebut, maka perlu kesinambungan pembangunan Tol Trans Sumatera. 

Saat ini, Bappedalitbang Riau tengah mengkaji pembuatan akses jalan Tol dari Pekanbaru-Dumai, Pekanbaru-Rengat hingga ke Jambi dan ke Sumatera Barat. 

"Konektivitas itu juga menjadi persoalan Riau, untuk mengangkut hasil bumi pastinya butuh moda transportasi, kebijakan di nasional sudah dimasukkan, akan ditambahkan perkeretaapian, dan jalan Tol," ungkapnya. 

Selain pembangunan jalan tol, pembangunan jembatan di pulau terpencil kedepannya juga akan diprioritaskan. 

"Pembangunan jalan dan jembatan juga, seperti di Mahato, Rohil, Panipahan, Teluk Piai, Meranti, daerah itu yang jadi prioritas kita," sebut Emri. 

Perpindahan Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru juga menjadi pertimbangan kedepan. 

Jumlah kepadatan penumpang hingga 9,4 juta penumpang per tahun membuat Bappedalitbang Riau harus mencari lahan baru untuk Bandara. "Bandara SSK itu pak, 9,4 juta, jadi harus pindah juga rencananya," sebut Emri. 

Kerja sama dengan perusahaan juga penting sebagai penggerak roda perekonomian Riau. 

"PHR hari ini mencoba potensi migas baru di Rantau Bais, ini penggerak ekonomi Riau, dan juga kita ada urbamisasi, membangun desa, dan meningkatkan pembangunan desa harus lebih inklusif," tutupnya.