Ketika Fasilitas Negara Jadi Senjata Pilkada

Ketika Fasilitas Negara Jadi Senjata Pilkada

RIAUMANDIRI.CO - Pengamat Politik, Saiman Pakpahan, mewanti-wanti calon, baik gubernur maupun walikota untuk tak memanfaatkan fasilitas negara.

"Sebenarnya dilihat dua aspek, pertama mereka yang sedang menjabat kemudian nyalon memanfaatkan fasilitas negara untuk politik," sebut Saiman pada Rabu (18/9/2024).

Ia menyarankan agar calon meninggalkan semua jabatan ataupun fasilitas yang melekat pada dirinya.

"Ketika dia, jangankan diumumkan, gestur saja dia mau nyalon, itu tinggalkan, harus fair," katanya.

Saiman beralasan calon harus meninggalkan jabatan lamanya lantaran agar politik fair, tidak ada yang diuntungkan maupun dirugikan.

Memang secara administratif, tidak ada larangan calon untuk menggunakan fasilitas negara, lantaran memang tak diatur dalam undang-undang.

"Nah secara administratif jika belum ditetapkan, memang tidak ada diatur itu, tapi secara subtansial sebenarnya kan tidak ya," katanya.

Seharusnya, lanjut Saiman, KPU maupun otoritas Pemilu harus mengatur agar calon tak menggunakan fasilitas negara, lantaran memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk rakyat.

"Kalau bicara sosiologis, maka harus dipastikan akan memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan politik, dan dia memanfaatkan surplus kekuasaan untuk elektoralnya kan," ujar Saiman.

Ia mengakui tidak tahu cara menegur calon yang jika masih menggunakan fasilitas negara tersebut. "Gimana menegur mereka, dia tabrak tabrak demokrasi, sumber daya diambilnya sendiri," sambungnya.

Saiman melanjutkan, ia mempersoalkan ketidakadilan yang terjadi apabila salah satu calon memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan dirinya sedangkan calon lain tidak mendapatkannya.

"Kalau secara positif gestur calon itu maka sumber daya birokrasi untuk kepentingan dia sedangkan kelompok lain tak ada akses itu, ketidakadilan di situ," sebutnya.

Selain itu juga, kata Saiman, tertuang di dalam Pasal 59 ayat (3) UU 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.

"Jika kita berbicara di dalam undang-undang jelas, ASN wajib mundur jika ingin maju di Pilkada 2024," ujar Saiman

Saimam menjelaskan di dalam undang-undang itu, dijelaskan bahwa ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPRD.

Serta, gubernur dan wakil gubernur, bupati atau wali kota dan wakil bupati atau wakil wali kota, wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai ASN sejak ditetapkan sebagai calon.

Selain itu, seorang kandidat bisa lebih fokus pada Kampanye. Maju dalam Pilkada memerlukan dedikasi waktu dan energi yang besar. Termasuk, ASN yang tetap menjabat sekaligus berkampanye akan sulit membagi fokus secara efektif.

Namun, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memperbolehkan beberapa pejabat negara ikut berkampanye. Ketentuan itu diatur di dalam Pasal 299 UU Pemilu.

Pasal 304 UU Pemilu mengatur, fasilitas negara yang tidak boleh digunakan pejabat berkampanye meliputi: Sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya.

Kemudian Gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan. Sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya.

Lalu Fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Gedung atau fasilitas negara yang disewakan kepada umum dikecualikan dari larangan.



Tags Pilkada